Sumber: Bloomberg | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Berakhirnya era dana murah di Jepang, ledakan investasi kecerdasan buatan (AI), dan maraknya aksi korporasi telah memicu lonjakan pinjaman luar negeri perusahaan Jepang. Sepanjang 2025, perusahaan-perusahaan Jepang telah menghimpun dana US$ 132 miliar atau sekitar Rp 2.100 triliun melalui obligasi dan pinjaman valuta asing yang diatur oleh perbankan internasional.
Tingkat pinjaman perusahaan Jepang ini melonjak 56% dibanding tahun lalu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, penerbitan obligasi luar negeri tahunan diperkirakan melampaui penjualan utang dalam yen.
Kenaikan ini mencerminkan kebangkitan ekonomi Jepang dari deflasi berkepanjangan. Setelah bertahun-tahun menimbun kas di tengah stagnasi ekonomi, banyak perusahaan kini agresif berinvestasi dan melakukan akuisisi, menjadikan mereka salah satu motor utama transaksi global tahun ini.
Baca Juga: Australia Akan Beri Listrik Tenaga Surya Gratis Tiga Jam per Hari untuk Jutaan Warga
Perdana Menteri baru Jepang, Sanae Takaichi, yang pekan lalu bertemu mantan Presiden AS Donald Trump, juga memicu optimisme bahwa ketegangan dagang antara kedua negara dapat mereda. Namun, pembiayaan di luar negeri menjadi lebih menarik karena biaya pinjaman dalam yen meningkat ke level tertinggi sejak akhir 2000-an, di tengah kenaikan suku bunga Bank of Japan (BOJ) yang telah tiga kali dilakukan sejak Maret 2024 akibat tekanan inflasi.
"Kami secara khusus menambah staf untuk obligasi luar negeri dan memperkuat bidang tersebut," kata Kazuhiro Yamauchi, Kepala Pasar Modal Utang Global di Mizuho Securities. Bahkan penerbit yang sebelumnya tidak tertarik kini ingin belajar lebih banyak.
Jepang Geser China
Jepang kini menjadi sumber terbesar obligasi dolar AS di kawasan Asia-Pasifik, menggantikan posisi China yang sebelumnya didominasi pengembang properti. Krisis utang sektor properti China sejak 2021 membuat banyak perusahaan di negara itu tersingkir dari pasar global.
Menurut Tatsuya Maruyama dari Barclays Bank, biaya pendanaan dalam dolar dan euro bagi penerbit Jepang kini kompetitif, bahkan kadang lebih murah dibanding yen, mendorong lonjakan penerbitan obligasi asing.
Salah satu transaksi terbesar tahun ini datang dari SoftBank Group, yang mengambil pinjaman senilai US$ 15 miliar untuk mendanai investasi di bidang AI.
Aktivitas merger dan akuisisi (M&A) perusahaan Jepang melonjak 129% menjadi US$ 262 miliar sepanjang tahun ini. Di antara yang terbesar adalah privatisasi NTT Data Group serta ekspansi agresif SoftBank di bidang AI.
Baca Juga: Ranking Daya Saing Digital Dunia, Swiss Nomor Satu dan Indonesia Nomor 51
Perusahaan seperti KKR dan manajer aset alternatif global lain semakin aktif bersaing dengan bank untuk menyalurkan pinjaman di Jepang, seiring meningkatnya aksi delisting dan reformasi tata kelola di Bursa Tokyo.
"Bagi banyak perusahaan Jepang, ekspansi luar negeri bukan sekadar tren, tetapi kebutuhan," ujar Makiko Yoshimura dari S&P Global Ratings.
Bahkan di segmen obligasi berperingkat junk, Jepang kini menjadi pemimpin penerbitan dengan nilai sekitar US$ 14 miliar sepanjang 2025. Obligasi ini diterbitkan oleh Rakuten Group, SoftBank, dan Nissan Motor.
Namun, mayoritas penerbitan utang luar negeri setara dengan 70% dari total utang luar negeri tetap berperingkat investment grade alias memiliki rating A atau lebih tinggi. Hal ini mendorong perubahan citra obligasi dollar Asia, dari yang dulu dianggap berisiko pasar berkembang menjadi kelas aset berkualitas tinggi.
Transaksi terbesar datang dari NTT, yang pada Juli menjual obligasi senilai US$ 17,7 miliar dalam dolar dan euro. Ini menjadi penerbitan obligasi korporasi terbesar dalam sejarah Asia. Dana tersebut digunakan untuk membiayai privatisasi unit AI dan pusat data, NTT Data.
Kini, perusahaan Jepang menyumbang 28% dari total obligasi dolar dan euro senilai US$ 386 miliar yang diterbitkan di Asia-Pasifik tahun ini, naik dari 18% lima tahun lalu. Sebaliknya, porsi gabungan China dan Hong Kong anjlok dari 49% menjadi 24%.
Investor pun semakin menyukai utang luar negeri Jepang. Obligasi korporasi yen turun 0,5% tahun ini, sementara obligasi dolar Asia dan AS berperingkat tinggi memberikan imbal hasil sekitar 7,2%.
"Bagi investor Asia-Pasifik, Jepang kini pasar yang wajib diperhatikan," kata Omar Slim, co-head of Asia fixed income PineBridge Investments dikutip Bloomberg.













