Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - ANKARA. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan dia mempercayai Rusia sama seperti dia mempercayai Barat. Dan dia meyakini konflik Ukraina akan berlarut-larut.
“Rusia adalah salah satu tetangga terdekat saya. Dan kami memiliki sejarah yang sama… Saya tidak punya alasan untuk tidak mempercayai [Rusia]. Sejauh Barat dapat diandalkan, maka Rusia juga dapat diandalkan… pada saat ini, saya mempercayai Rusia sama seperti saya mempercayai Barat,” kata Erdogan kepada PBS dalam sebuah wawancara seperti yang dilansir Al Arabiya.
Ketika ditanya tentang bagaimana para kritikus memandang Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai seseorang yang tidak dapat dipercaya, Erdogan berkata: “Saya tidak setuju. Setengah dari pasokan gas alam saya berasal dari Rusia, yang berarti kita mempunyai solidaritas. Kami mengambil langkah maju bersama, dan kami juga bekerja sama di bidang industri pertahanan. Kita bisa melakukan hal-hal ini dengan Rusia.”
Mengenai perang di Ukraina, Presiden Turki menyatakan bahwa sangat jelas perang ini akan berlangsung lama.
Baca Juga: Negara Tetangga Setop Impor Gandum, Ukraina Semakin Merana
"Dan agar perang dapat berakhir sesegera mungkin, kami sangat berharap. Dan Putin sebenarnya ingin mengakhiri perang ini sesegera mungkin,” imbuhnya.
Dia menambahkan, “Saya hanya mempertimbangkan kata-kata pemimpin. Dan Putin berupaya mengakhiri perang ini sesegera mungkin. Itu yang dia katakan. Dan saya percaya ucapannya.”
Mengutip AP, Erdogan juga mengatakan bahwa dirinya gagal membujuk Putin untuk melanjutkan perjanjian gandum Laut Hitam yang telah dibatalkan Kremlin pada bulan Juli. Namun Erdogan berhasil membuat Rusia berjanji untuk memasok 1 juta ton gandum ke Afrika.
“Saya tidak punya alasan untuk tidak mempercayai mereka,” kata Erdogan.
Baca Juga: Kremlin Bantah Rusia Sebabkan Kelaparan di Afrika
Ankara telah mempertahankan hubungan dekat dengan Rusia dan Ukraina selama perang 19 bulan. Pada bulan Juli tahun lalu, Turki dan PBB merekayasa kesepakatan yang memungkinkan gandum Ukraina dikirim dengan aman dari pelabuhan Laut Hitam, sehingga membantu meringankan krisis pangan global.
Moskow menarik diri dari perjanjian tersebut dua bulan lalu, mengklaim bahwa perjanjian paralel yang mengizinkan ekspor bahan makanan dan pupuk tidak dipenuhi.