Sumber: Reuters | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - PARIS. Penurunan peringkat kredit Prancis oleh lembaga pemeringkat Fitch memberikan tekanan besar pada Perdana Menteri baru, Sebastien Lecornu yang tengah menyusun anggaran. Di saat yang sama, serikat buruh merencanakan aksi mogok nasional untuk menolak pemangkasan anggaran, dan kalangan pengusaha memprotes ancaman kenaikan pajak.
Fitch memangkas peringkat kredit Prancis pada Jumat malam menjadi A+ dari AA-, level terendah dalam sejarah negara itu. Penurunan ini disebabkan ketidakstabilan politik dan meningkatnya utang, hanya beberapa hari setelah Presiden Emmanuel Macron menunjuk Lecornu sebagai Perdana Menteri kelima dalam dua tahun terakhir.
Meski pasar keuangan sudah memperkirakan langkah ini, dampak politiknya tetap terasa. Premi risiko obligasi Prancis atas obligasi Jerman tetap stabil di bawah 80 basis poin pada Senin, sementara indeks saham Prancis menguat dan euro nyaris tak berubah.
Baca Juga: Ini Profil Sebastien Lecornu, Sosok PM Prancis Baru yang Gantikan Francois Bayrou
Namun, waktu penurunan ini dianggap sangat tidak menguntungkan. Fitch memberi sinyal dimulainya perlombaan bagi pemerintah untuk merancang dan menyerahkan rancangan awal anggaran 2026 ke parlemen sebelum 7 Oktober, meskipun ada kemungkinan perpanjangan hingga 13 Oktober.
Lecornu kini menghadapi tugas berat untuk memangkas defisit anggaran seperti yang diminta investor defisit terbesar di zona euro, sebesar 5,4% dari PDB tahun ini. Ia berusaha merangkul tiga blok politik yang berseberangan ideologi di parlemen, yang memiliki pandangan berbeda soal cara memangkas anggaran.
Lecornu juga menghadapi tekanan dari publik. Serikat buruh telah menyerukan mogok nasional pada Kamis untuk menentang rencana penghematan anggaran.
Dalam wawancara pertamanya pada Sabtu sejak menjabat, Lecornu mengatakan, akan membatalkan rencana kontroversial pendahulunya untuk menghapus dua hari libur nasional, serta membuka diri untuk membahas kenaikan pajak bagi orang kaya.
Partai Sosialis menuntut diberlakukannya pajak kekayaan untuk kaum ultra-kaya sebagai syarat untuk tidak menjatuhkan pemerintah lewat mosi tidak percaya. Namun, ketua asosiasi pengusaha MEDEF, Patrick Martin, memperingatkan mereka akan melakukan mobilisasi besar-besaran jika rencana itu dijalankan.
Langkah ini juga bisa menjauhkan dukungan dari Partai Republik (konservatif). Pemimpinnya, Menteri Dalam Negeri yang akan keluar, Bruno Retailleau, menyebut tuntutan Partai Sosialis hanya akan memperburuk situasi di negara yang sudah memiliki beban pajak tinggi.
Dengan biaya pinjaman Prancis yang meningkat, Lecornu mengatakan anggaran baru harus mampu mengembalikan keuangan negara ke jalur yang sehat.
"Anggaran mendatang mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan keyakinan pribadi saya. Bahkan, itu hampir bisa dipastikan," kata Lecornu, sembari menyerukan diskusi terbuka dengan Partai Sosialis, Partai Hijau, dan Partai Komunis.
Baca Juga: Prancis hingga Thailand, Inilah 10 Negara Paling Ramai Dikunjungi Wisatawan 2025
Namun, hingga kini ia belum memberikan gambaran jelas soal prioritas anggarannya, selain ingin memberikan lebih banyak wewenang kepada pemerintah daerah dan mengurangi lapisan birokrasi.
"Kami tetap pesimis terhadap Prancis, karena kami tidak melihat bagaimana pemerintahan Lecornu bisa secara kredibel menjalankan reformasi fiskal,” kata Mohit Kumar, ekonom di Jefferies.
Kumar menambahkan, perhatian kini tertuju pada peninjauan peringkat oleh Moody’s dan S&P yang dijadwalkan masing-masing pada 24 Oktober dan 28 November. "Jika ketidakpastian politik terus berlanjut, ada risiko setidaknya satu lagi penurunan peringkat," ujar dia. Ia memperingatkan dua kali penurunan peringkat dapat memicu penjualan obligasi Prancis secara paksa oleh investor besar.
Sementara itu, tokoh sayap kanan Marine Le Pen kembali mendesak Presiden Macron untuk menggelar pemilu legislatif baru, meski hingga kini Macron masih menolak. Ketua partainya, Jordan Bardella, mengatakan Lecornu harus menunjukkan perubahan nyata dari kebijakan sebelumnya, atau pemerintahnya akan menghadapi ancaman mosi tidak percaya.