Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - PARIS/LONDON. Lembaga pengawas risiko keuangan G20, Financial Stability Board (FSB) memperingatkan bahwa masih terdapat “kesenjangan signifikan” dalam upaya negara-negara mengatur pasar aset kripto yang tumbuh pesat. Kondisi ini dinilai berpotensi mengancam stabilitas keuangan global.
FSB, yang dibentuk setelah krisis keuangan global 2008, sebelumnya telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi regulasi kripto pada 2023 untuk menyelaraskan sektor tersebut dengan sistem keuangan konvensional.
Baca Juga: Dominasi Bitcoin Merosot di Awal Pekan, Altcoin Ini Layak Dicermati
Namun dalam tinjauan terbarunya, FSB menilai bahwa implementasi dan koordinasi aturan antarnegara masih “terfragmentasi, tidak konsisten, dan belum memadai” untuk mengatasi sifat lintas batas pasar aset digital.
“Risiko terhadap stabilitas keuangan memang masih terbatas saat ini, tetapi terus meningkat seiring lonjakan harga bitcoin dan aset kripto lain yang telah menggandakan nilai pasar global menjadi sekitar US$4 triliun dalam setahun terakhir,” ujar Sekretaris Jenderal FSB John Schindler kepada Reuters, Kamis (16/10/2025).
Aturan Stablecoin Masih Minim
Schindler menegaskan perlunya pengawasan ketat karena pasar kripto semakin terhubung dengan sistem keuangan tradisional, terutama dengan semakin luasnya penggunaan stablecoin, yakni aset kripto yang nilainya dipatok pada dolar AS.
Baca Juga: LPEM FEB UI: Aset Kripto Sumbang PDB 0,32% di 2024, Tantangan Ada di Platform Ilegal
Laporan FSB menyoroti bahwa hampir tidak ada negara yang memiliki kerangka regulasi lengkap untuk stablecoin, meski kapitalisasi pasar instrumen ini telah melonjak hampir 75% dalam setahun terakhir menjadi sekitar US$290 miliar.
Pasar stablecoin diperkirakan akan terus tumbuh, terutama setelah Amerika Serikat mulai menerapkan regulasi baru untuk aset tersebut.
Kajian FSB mencakup 29 yurisdiksi, termasuk AS, Uni Eropa, Hong Kong, dan Inggris. Namun, El Salvador, tempat basis stablecoin terbesar dunia Tether tidak ikut serta dalam tinjauan tersebut.
“Kita bisa membuat kerangka regulasi nasional, tapi tanpa kerja sama lintas batas, semua akan sulit. Aset kripto tidak mengenal batas negara,” kata Schindler.
Risiko Meningkat Seiring Volatilitas Pasar
Peringatan FSB muncul di tengah meningkatnya volatilitas pasar kripto global. Dalam sepekan terakhir, pasar kripto mengalami kejatuhan terbesar dalam sejarah, dengan likuidasi mencapai hampir US$20 miliar pada Jumat lalu.
Baca Juga: Skandal Kripto Raksasa: AS Sita Bitcoin Rp224 Triliun, Taipan Kamboja Jadi Tersangka
FSB kini merekomendasikan delapan langkah utama bagi negara-negara anggota untuk mempercepat penerapan regulasi kripto yang komprehensif dan konsisten secara global, termasuk memperkuat kerja sama lintas batas.
Lembaga itu juga mengingatkan bahwa negara dengan pasar kecil pun dapat memicu gangguan besar terhadap sistem keuangan global, sejalan dengan peringatan serupa yang pernah disampaikan oleh Otoritas Sekuritas Eropa (ESMA) pada April lalu.
“Bahkan jika suatu negara memiliki regulasi sendiri, mereka tetap bisa terkena dampak aktivitas perusahaan kripto yang beroperasi dari luar negeri,” tutup Schindler.