Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Federasi Perdagangan Hong Kong bahkan menyatakan tingkat okupansi yang rendah bisa menyebabkan pemangkasan pekerja secara besar-besaran. Apalagi jika protes masih terus berlanjut.
The InterContinental Hotel, grup hotel bintang lima di Hong Kong misalnya sudah memberikan pemberitahuan kepada para pekerjaannya untuk mengambil pesangon pada Agustus dan September. Sementara situasi lebih buruk juga dialami oleh hotel di kelas bawahnya.
Baca Juga: China akan melawan balik langkah terbaru AS yang meningkatkan tarif
Tak cuma sektor pariwisata yang terhantam aksi unjuk rasa berkalanjutan ini, industri properti juga ikut terpukul. Sejumlah flat berukuran 35 m2 di Fanling Town Center yang merupakan bagian dari pusat perbelanjaan terbesar di Hong Kong: Fanling mulai dijual dengan harga HK$ 4,8 juta. Nilai tersebut 9% lebih rendah dibandingkan harga normalnya.
Merosotnya industri pariwisata Hong Kong sejatinya disadari betul oleh para demonstran. Sebaliknya hal tersebut justru dilakukan dengan sengaja. Sebab, wisatawan yang datang ke Hong Kong paling besar berasal dari Cina. Sepanjang semester 1-2019 ada 27,57 juta wisatawan Cina yang datang ke Hong Kong.
Jumlah tersebut jauh lebih besar dibandingkan asal negara wisatawan lainnya. Taiwan yang menduduki peringkat kedua misalnya dalam periode yang sama cuma jumlah wisatawannya yang datang ke Hong Kong cuma sekitar 900 ribu.
BBC melaporkan bahwa wisatawan China diincar untuk mendapatkan pesan para demonstran. Sebab, informasi disensor ketat oleh pemerintah China, maupun melalui media massa pemerintah yang justru melabeli aksi unjuk rasa masyarakat Hong Kong sebagai aksi yang merusak kota-kota.
Baca Juga: China bisa mengalahkan militer AS di Asia dalam hitungan jam
Sementara sejak Juli lalu, para demonstran juga dalam aksinya selalu membagikan selebaran di destinasi-destinasi utama kunjungan wisatawan, maupun pusat perbelanjaan misalnya Tsim Sha Tsui.