Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Pengusaha muda Emil Barr menilai konsep work-life balance atau keseimbangan kerja-hidup merupakan sebuah “perangkap” bagi generasi ambisius yang ingin membangun kekayaan sejak usia muda.
Ia berpendapat, keseimbangan tradisional justru dapat membuat seseorang terjebak dalam kenyamanan mediokritas.
Barr, yang baru berusia 22 tahun, merupakan pendiri Step Up Social, mitra pengelola Candid Network, sekaligus salah satu pendiri Flashpass. Ia mengaku telah membangun dua perusahaan dengan nilai gabungan lebih dari US$ 20 juta.
Menurutnya, keberhasilan tersebut didapat dengan mengorbankan waktu bersenang-senang bersama teman sebayanya.
Baca Juga: Triliuner Termuda Lucy Guo Anggap Bekerja 12 Jam Sehari Termasuk Work-Life Balance
“Ketika Anda menaruh kesuksesan di depan sejak awal, Anda membeli kemewahan untuk memilih jalan hidup Anda di masa depan,” tulis Barr dalam sebuah opini di Wall Street Journal.
Namun, keberhasilan itu datang dengan harga mahal. Saat membangun Step Up Social dari kamar asramanya di Universitas Miami, Ohio, Barr hanya tidur rata-rata 3,5 jam per malam dan bekerja sekitar 12,5 jam setiap hari pada tahun pertamanya.
Akibatnya, ia mengalami kenaikan berat badan hingga 36 kilogram, menderita kecemasan, dan sangat bergantung pada minuman energi agar tetap mampu bekerja.
Meski begitu, Barr menilai intensitas kerja tersebut merupakan satu-satunya cara membangun perusahaan bernilai jutaan dolar.
Baca Juga: 5 Tips Menerapkan Work Life Balance yang Baik Agar Terhindar dari Stres Berlebihan
Ia menekankan adanya jendela waktu yang sempit untuk membangun sesuatu yang berarti, terutama ketika seseorang masih berada di masa puncak fisik dan kognitif.
“Gaji awal median bagi lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat adalah US$ 55.000. Artinya, butuh waktu bertahun-tahun untuk meraih satu juta pertama,” ujarnya.
“Tetapi jika Anda mengoptimalkan masa produktif secara brutal, Anda bisa meraih kebebasan finansial di usia 30 tahun dan memiliki pilihan untuk seumur hidup,” terangnya.
Baca Juga: Malaysia Rangking 2 Work-Life Balance Terbaik di Asia, Indonesia Posisi Berapa?
Dalam tulisannya, Barr memaparkan lima strategi yang ia terapkan untuk mengoptimalkan secara brutal.
Pertama, ia menyerahkan pekerjaan non-esensial seperti bersih-bersih, memasak, dan berbelanja kepada pihak lain.
Kedua, ia memangkas komitmen sosial meski harus kehilangan teman dan mengalami kesepian.
Ketiga, ia memilih mata kuliah yang relevan dengan bisnisnya dan menghindari kelas yang melarang penggunaan laptop.