kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.165   35,00   0,22%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Generasi Milenial China Cemas dengan Kutukan 35, Apa Itu?


Senin, 28 Agustus 2023 / 07:30 WIB
Generasi Milenial China Cemas dengan Kutukan 35, Apa Itu?
ILUSTRASI. Di China, generasi milenial takut mencapai usia yang dianggap sebagai hukuman mati bagi karier mereka: 35 tahun. REUTERS/Aly Song


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KUTUKAN 35 DI CHINA - Banyak orang di seluruh dunia mungkin takut akan uban, keriput, dan stagnasi yang timbul akibat krisis paruh baya. Namun di China, generasi milenial takut mencapai usia yang dianggap sebagai hukuman mati bagi karier mereka: 35 tahun.

Melansir Business Insider, kekhawatiran ini terangkum dalam kalimat “Kutukan 35”. Ini merupakan sebuah konsep dan tagar yang menjadi viral di media sosial seperti Twitter di Tiongkok, yakni Weibo. 

Istilah ini awalnya diciptakan di media sosial untuk menggambarkan rumor PHK terhadap pekerja lanjut usia yang dilakukan oleh perusahaan teknologi besar. Namun, istilah ini kemudian menjadi begitu luas pemakaiannya sehingga bahkan dirujuk oleh para penasihat Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa.

Siapa pun yang meragukan potensi kutukan tersebut hanya perlu melihat daftar pekerjaan online dan situs rekrutmen yang tak terhitung jumlahnya yang menyatakan secara eksplisit bahwa kandidat tidak boleh lebih tua dari usia tersebut, yang bahkan tidak dianggap oleh banyak ahli sebagai usia paruh baya.

“Saya takut tidak dapat mempertahankan pekerjaan saya, dan kemudian saya harus berkeliling mencari pekerjaan sambil menghadapi sifat majikan yang marah. Itu terlalu menakutkan dan membuat stres,” tulis salah satu postingan seseorang di Weibo sambil meratapi tentang "Kutukan 35".

"Hidup juga sulit. Saya lajang dan tidak punya cukup uang untuk membeli rumah. Di mana saya akan tinggal ketika saya tua? Tuan tanah tidak benar-benar menyewakan kepada orang tua. Dan sulit untuk mencari uang ketika Anda sudah tua," lanjut postingan itu. "Dalam kehidupan ini, seseorang hanya bisa mengembara tanpa tahu ke mana harus pergi."

Baca Juga: Pejabat Angkatan Laut AS: Perilaku Agresif China di Laut China Selatan Harus Dilawan

Banyak orang yang menyuarakan sentimen serupa di Weibo, dan beberapa orang mengatakan bahwa memasuki usia 35 tahun akan menjadi kemunduran besar bagi prospek karier mereka.

“Kita telah memasuki lingkaran setan. Anda terlalu tua untuk bekerja pada usia 35 tahun, namun terlalu muda untuk pensiun pada usia 60 tahun,” tulis pengguna media sosial yang lain. 

Situasi ini juga diperparah oleh fakta bahwa pemerintah China tidak mensosialisasikan kepada generasi muda untuk mendaftar pekerjaan di layanan sipil. 

Sebagian besar posisi pegawai negeri sipil di Tiongkok terbuka bagi mereka yang berusia antara 18 dan 35 tahun. Ada langkah dari Beijing untuk menaikkan batas usia perekrutan menjadi 40 tahun, namun itu hanya berlaku bagi mereka yang memiliki gelar master atau doktoral.

Baca Juga: Rusia Berharap Raih Cuan dari Larangan Ekspor Makanan Laut Jepang oleh China

“Karena negara menerapkan praktik perekrutan yang diskriminatif, pengusaha swasta mungkin merasa tidak perlu khawatir untuk melakukan hal yang sama,” jelas Tianlei Huang, peneliti di Peterson Institute for International Economics, mengatakan kepada Business Insider.

Dan hal ini bukan hanya tentang mendapatkan pekerjaan. Yang dicemaskan adalah pekerja asal China akan diberhentikan dari pekerjaannya pada masa yang sebelumnya dianggap sebagai masa puncak karir mereka, sehingga penghidupan mereka bisa terkena dampak serius.

Tania Lennon, direktur eksekutif di Institut Internasional untuk Pengembangan Manajemen, mengatakan kepada Business Insider bahwa usia 35 tahun itu penting karena pada saat itulah Anda memasuki puncak kemampuan penghasilan seseorang. 

Lennon percaya tren ini dapat menciptakan "masalah besar" dalam masyarakat China jika masyarakat tidak mempunyai penghasilan yang cukup untuk membangun cadangan keuangan mereka.

Beberapa pihak sudah menyuarakan kekhawatiran mereka akan adanya paksaan untuk keluar dari angkatan kerja.

"Saya baru berusia 34 tahun dan kehilangan pekerjaan tiga bulan lalu. Apakah saya bisa bertahan hidup tahun ini?" tulis satu orang di Weibo.

Baca Juga: Ini Dampak Ketegangan China dan AS Bagi Indonesia

Kutukan 35 adalah bagian dari budaya kerja 996 

Mengutip CNN, masalah ini semakin mengemuka karena kebangkitan industri teknologi China dan “budaya 996” yang terkenal. Yaitu, bekerja dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam, enam hari seminggu.

Ini adalah jadwal kerja tanpa kompromi yang bahkan lebih sulit dilakukan oleh karyawan lanjut usia yang sudah berkeluarga. Namun hal ini merupakan ekspektasi umum di sektor teknologi yang sangat kompetitif – dan relatif muda – di negara ini.

Para ahli juga menunjukkan bahwa pekerja muda yang dipekerjakan langsung dari sekolah cenderung lebih murah, meskipun ada pula yang berpendapat bahwa preferensi mereka bukan hanya pada menjaga pengeluaran tetap rendah.

Laporan Xinhua pada tahun 2021 beralasan bahwa karyawan yang belum dipromosikan ke tingkat manajemen pada usia 35 tahun mungkin dianggap kurang berhasil, sehingga lebih rentan terhadap PHK.

Profesor Central Party School menyampaikan hal ini dalam laporannya tahun lalu, dengan mengatakan: “Secara umum, sebagian besar karyawan dengan pengalaman 10 tahun akan menjadi pemimpin atau manajer tim jika kemampuan mereka benar-benar bagus. Dengan kata lain, ’ambang batas usia 35 tahun’ bukan tentang usia, namun ukuran kemampuan kerja bagi pemberi kerja.”

Baca Juga: Pencabutan Tiba-Tiba Kebijakan Nol-COVID Sebabkan Hampir 2 Juta Kematian di China

Bagi banyak perempuan China, “kutukan” ini merupakan kelanjutan dari semakin parahnya diskriminasi gender yang telah lama melanda tempat kerja.

Pekerja perempuan pada rentang usia ini sering kali mengatakan bahwa mereka menghadapi tekanan dari pemberi kerja yang enggan membayar mereka saat cuti melahirkan. Mereka melaporkan bahwa mereka tidak mendapat promosi karena majikan mereka khawatir mereka akan mengambil cuti yang lama, atau lebih buruk lagi – mereka mungkin tidak mendapatkan pekerjaan.

“Melihat usia saat ini, banyak perusahaan yang tidak bersedia merekrut Anda,” kata Han, warga Beijing. “Mereka lebih memilih yang muda. Bagaimanapun, saya mungkin akan menikah dan memiliki anak di mata mereka. Meskipun saya memberi tahu mereka bahwa saya tidak berniat menikah, mereka tidak akan mempercayainya.”

Ada lagi kisah Liu, warga Shenzhen berusia 35 tahun, yang kembali bekerja di sebuah perusahaan bioteknologi setelah cuti melahirkan selama enam bulan. Dia pun berharap untuk bergabung dengan proyek baru. Sebaliknya, ia tiba-tiba diberhentikan dan posisinya diberikan kepada lulusan baru.

Baca Juga: Konglomerasi RI, China dan AS Berlaga di Bisnis Data Center

Beberapa bulan kemudian, dia belum mendapatkan pekerjaan lain. Liu, yang meminta nama samaran karena alasan privasi, yakin bahwa cuti melahirkannya lah yang mendorong pemecatannya.

“Mereka sangat realistis. Saat saya tidak membutuhkanmu, saya gantikan kamu dengan tenaga kerja yang lebih murah,” ujarnya.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×