Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak naik tipis pada Jumat (25/4) tetapi bersiap mencatat kerugian mingguan karena potensi peningkatan produksi OPEC+ dan kemungkinan gencatan senjata dalam perang Rusia-Ukraina dapat meningkatkan pasokan pada saat yang sama sinyal tarif AS yang saling bertentangan membatasi prospek permintaan.
Mengutip Reuters, Jumat (25/4), harga minyak mentah berjangka Brent naik 5 sen menjadi US$ 66,60 per barel pada pukul 00.01 GMT, berada di jalur pelemahan 2% selama seminggu.
Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 6 sen menjadi US$ 62,85 per barel tetapi diperkirakan turun 2,9% selama seminggu.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Terdampak Pelemahan Dolar AS dan Beragamnya Sentimen Ekonomi
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dalam sebuah wawancara dengan CBS News mengatakan, Amerika Serikat dan Rusia bergerak ke arah yang benar untuk mengakhiri perang di Ukraina, tetapi beberapa elemen spesifik dari kesepakatan masih harus disepakati.
Penghentian perang Rusia di Ukraina dan pelonggaran sanksi terhadap mereka dapat memungkinkan lebih banyak pasokan minyak Rusia mengalir ke pasar global.
Rusia, anggota kelompok OPEC+ yang mencakup Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia bersama dengan AS dan Arab Saudi.
Pada hari Kamis, Trump mengkritik Presiden Rusia Vladimir Putin setelah Rusia menggempur Kyiv dengan rudal dan drone semalam, dengan mengatakan "Vladimir, Stop!"
Yang juga berpotensi menambah pasokan global, beberapa anggota OPEC+ telah menyarankan kelompok tersebut untuk mempercepat peningkatan produksi minyak untuk bulan kedua pada bulan Juni, Reuters melaporkan awal minggu ini.
Baca Juga: Harga Minyak WTI Menguat di Tengah Potensi Kemajuan Negosiasi AS dan China
Dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan pada hari Kamis bahwa ia siap untuk melakukan perjalanan ke Eropa untuk melakukan pembicaraan mengenai program nuklir Teheran.
Pembicaraan yang berhasil dengan Eropa dan AS kemungkinan akan menghasilkan pencabutan sanksi terhadap ekspor minyak Iran. Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC setelah Arab Saudi dan Irak.
Namun prospek permintaan tetap suram di tengah perang dagang antara China dan AS, dua konsumen minyak terbesar di dunia.
Perusahaan menaikkan harga dan memangkas arahan keuangan karena biaya yang lebih tinggi yang berasal dari perang dagang, yang juga telah mengguncang rantai pasokan global dan telah memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang dapat memengaruhi permintaan minyak.