Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak turun lebih dari US$ 1 per barel di awal pekan ini dan berakhir pada level terendah lebih dari 4 tahun. Sentimen datang karena keputusan OPEC+ untuk mempercepat kenaikan produksi memicu kekhawatiran tentang meningkatnya pasokan global di saat prospek permintaan tidak pasti.
Senin (5/5), harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman Juli 2025 ditutup melemah US$ 1,06 atau 1,7% ke US$ 60,23 per barel.
Setali tiga uang, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni 2025 ditutup turun US$ 1,16 atau 2% ke US$ 57,13 per barel.
Kedua patokan tersebut ditutup pada level terendah sejak Februari 2021.
Minggu lalu, Brent turun 8,3% dan WTI turun 7,5% setelah Arab Saudi mengisyaratkan dapat mengatasi lingkungan harga rendah yang berkepanjangan. Hal itu mengimbangi optimisme di sisi permintaan bahwa pembicaraan tarif AS-Tiongkok dapat terjadi, kata analis Saxo Bank Ole Hansen.
Baca Juga: OPEC+ Sepakat Percepat Kenaikan Produksi Minyak 411.000 Barel per Hari di Juni 2025
Pada hari Sabtu, OPEC+ setuju untuk lebih mempercepat kenaikan produksi minyak untuk bulan kedua berturut-turut, meningkatkan produksi pada bulan Juni sebesar 411.000 barel per hari (bph).
Peningkatan pada bulan Juni 2025 oleh delapan peserta dalam kelompok OPEC+, yang mencakup sekutu seperti Rusia, akan menjadikan total kenaikan gabungan untuk bulan April, Mei, dan Juni menjadi 960.000 barel per hari.
Itu merupakan pengurangan 44% dari 2,2 juta barel per hari dari berbagai pemotongan yang disepakati sejak 2022, menurut perhitungan Reuters.
"Bagi produsen di luar kelompok OPEC+, yang sekarang hampir 60% dari pasokan minyak global, perolehan pangsa pasar mungkin telah mencapai puncaknya jika barel baru ini dimasukkan ke pasar dan harga bergerak turun," kata Peter McNally, analis Third Bridge.
Kelompok tersebut dapat sepenuhnya mengakhiri pemotongan sukarela mereka pada akhir Oktober jika anggota tidak meningkatkan kepatuhan terhadap kuota produksi mereka, sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters.
Sumber OPEC+ mengatakan, Arab Saudi mendorong OPEC+ untuk mempercepat pembatalan pemotongan produksi sebelumnya untuk menghukum sesama anggota Irak dan Kazakhstan karena tidak mematuhi kuota produksi.
"Peningkatan produksi, yang diprakarsai oleh Arab Saudi, lebih ditujukan untuk menantang pasokan serpih AS daripada untuk menghukum anggota yang telah diuntungkan dari harga yang lebih tinggi sambil mengabaikan batasan produksi mereka," kata Hansen dari Saxo Bank.
ING dan Barclays juga telah menurunkan perkiraan minyak mentah Brent mereka menyusul keputusan OPEC+.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Bergerak Turun Jumat (2/5), Brent ke US$61,57 & WTI ke US$58,63
Barclays menurunkan perkiraan Brent sebesar US$ 4 menjadi US$ 66 per barel untuk tahun 2025 dan sebesar US$ 2 menjadi US$ 60 untuk tahun 2026. Sementara, ING memperkirakan Brent akan mencapai rata-rata US$ 65 di tahun ini, turun dari target sebelumnya di US$ 70 per barel.
"Ekspektasi peningkatan persediaan minyak global dalam beberapa bulan mendatang mengingat penurunan permintaan yang diharapkan dari tarif Trump cenderung menonjolkan berita sisi pasokan yang pesimis," kata Jim Ritterbusch, dari konsultan energi AS Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.
Kekhawatiran resesi yang meluas dan permintaan impor bahan bakar olahan yang lemah juga membebani harga minyak, kata David Wech, kepala ekonom di Vortexa, seraya menambahkan bahwa sejak pertengahan Februari perusahaan analisis data tersebut telah mencatat sekitar 150 juta barel persediaan minyak mentah global di tangki darat dan di kapal tanker di laut.
Harga minyak di bawah $50 per barel dapat merugikan keputusan investasi akhir untuk proyek lepas pantai, kata Girish Saligram, CEO perusahaan jasa ladang minyak Weatherford International, pada Konferensi Teknologi Lepas Pantai di Houston.
"Jika kita melihat harga bertahan di bawah $50 per barel, saya pikir itu dapat menciptakan sedikit jeda untuk beberapa keputusan investasi akhir yang baru," kata Saligram.