Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Harga minyak naik pada hari ini (27/10/2025), setelah pejabat ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China merancang kerangka kerja kesepakatan perdagangan, meredakan kekhawatiran bahwa tarif dan pembatasan ekspor antara dua konsumen minyak terbesar dunia dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global.
Hingga pukul 14.00 WIB, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Desember 2025 naik 47 sen, atau 0,71%, menjadi US$ 66,41 per barel.
Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2025 naik 44 sen, atau 0,72% ke US$ 61,94 per barel, setelah masing-masing naik 8,9% dan 7,7% pada minggu sebelumnya akibat sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Rusia.
Baca Juga: Brand Barang Mewah Dunia Tawarkan Pengalaman Pribadi Gaet Pasar China
Haitong Securities mengatakan dalam catatan kliennya bahwa ekspektasi pasar telah membaik menyusul sanksi baru terhadap Rusia dan meredanya ketegangan AS-China, yang mengimbangi kekhawatiran tentang kelebihan pasokan minyak mentah yang telah menekan harga pada awal Oktober.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada hari Minggu mengatakan bahwa para pejabat AS dan China telah menyusun "kerangka kerja yang sangat substansial" untuk kesepakatan perdagangan yang akan memungkinkan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping untuk membahas kerja sama perdagangan minggu ini.
Bessent mengatakan kerangka kerja tersebut akan menghindari tarif AS sebesar 100% atas barang-barang China dan mencapai penangguhan kontrol ekspor logam tanah jarang China.
Trump juga mengatakan pada hari Minggu bahwa ia optimistis dapat mencapai kesepakatan dengan Beijing dan berharap dapat mengadakan pertemuan di China dan Amerika Serikat.
"Saya pikir kita akan mencapai kesepakatan dengan China," kata Trump. "Kita akan bertemu mereka nanti di China dan kita akan bertemu mereka di AS, entah di Washington atau Mar-a-Lago."
Baca Juga: Donald Trump: Calon Ketua The Fed Akan Diumumkan Akhir Tahun
Kerangka kerja kesepakatan dagang membantu meredakan kekhawatiran bahwa Rusia dapat mengimbangi sanksi baru AS, yang menargetkan Rosneft dan Lukoil, dengan menawarkan diskon yang lebih besar dan menggunakan armada bayangan untuk menarik pembeli, kata analis pasar IG, Tony Sycamore.
"Namun, jika sanksi terhadap energi Rusia kurang efektif dari yang diperkirakan, tekanan kelebihan pasokan dapat kembali ke pasar," kata analis Haitong Securities, Yang An













