Sumber: South China Morning Post | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Senin lalu, kandidat presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, mengadakan kampanye besar-besaran untuk menarik simpati dari pemilih moderat di negara bagian penting.
Sementara mantan Presiden Donald Trump mengkritik tanggapan pemerintah terhadap Badai Helene dalam kunjungannya ke negara bagian yang terkena dampak di Carolina Utara.
Harris Membidik Suara Moderat
Dalam kampanyenya di Pennsylvania, Harris tampil bersama Liz Cheney, seorang tokoh Republik yang menonjol, yang menyerukan agar para pemilih yang belum memutuskan untuk menolak "retorika beracun" yang menurutnya datang dari Trump.
Baca Juga: Insentif US$1 Juta dari Elon Musk untuk Pemilih di Pemilu AS Memicu Kontroversi
Harris, yang menjabat sebagai Wakil Presiden dalam pemerintahan Joe Biden, menekankan bahwa dominasi Trump di panggung politik sejak kemenangannya pada 2016 telah membuat Amerika terpecah belah. "Trump adalah sosok yang tidak serius, tetapi dampaknya terhadap negara sangat serius jika dia terpilih kembali," kata Harris.
Selain Pennsylvania, Harris juga dijadwalkan melakukan kampanye di Michigan dan Wisconsin pada hari yang sama. Ketiga negara bagian ini dianggap sebagai Rust Belt yang strategis, yang sebelumnya dimenangkan Trump pada 2016, namun sangat penting untuk kemenangan Biden pada 2020.
Trump Kembali Menyerang Isu Imigrasi
Sementara itu, Trump melanjutkan serangannya dalam kampanye di Carolina Utara, mengunjungi wilayah Asheville yang rusak parah akibat badai, dan kemudian menggelar rapat umum di Greenville. Dalam pidatonya, Trump kembali mengangkat isu imigrasi dan menuduh imigran bertanggung jawab atas kejahatan, inflasi, dan masalah ekonomi lainnya.
Trump juga menuduh pemerintah mengalihkan dana tanggap bencana untuk "mendatangkan imigran gelap" demi kepentingan politik, tuduhan yang dengan cepat dibantah oleh pejabat setempat. Biden menyebut tuduhan Trump sebagai bagian dari "serangan kebohongan yang tak henti-hentinya."
Baca Juga: Kamala Harris dan Donald Trump Bersaing Ketat di Tujuh Negara Bagian
Perebutan Suara di Pemilih yang Belum Menentukan
Dengan waktu yang semakin mendekati Hari Pemilu, baik Harris maupun Trump berlomba-lomba menarik pemilih yang ragu, terutama di negara bagian yang memiliki peran penting dalam menentukan hasil pemilu.
Liz Cheney, yang sebelumnya menjadi salah satu figur utama di Partai Republik, telah mendukung Harris dan menyerukan agar pemilih tidak lagi mendukung Trump.
Cheney menyatakan, "Jika Anda tidak akan mempercayakan Trump untuk menjaga anak-anak Anda, maka Anda seharusnya tidak mempercayakan dia untuk menjadi Presiden Amerika Serikat."
Pertarungan Dana Kampanye
Kampanye Harris tercatat mengumpulkan lebih dari US$200 juta hanya dalam bulan September, jumlah yang tiga kali lipat lebih besar dari dana yang diperoleh Trump. Namun, meski perbedaan dana tersebut, survei menunjukkan bahwa persaingan antara kedua kandidat tetap ketat.
Sebuah survei baru yang dilakukan oleh Washington Post-Schar School di tujuh negara bagian penting menunjukkan bahwa dukungan bagi kedua kandidat sama kuatnya, dengan masing-masing memperoleh 47% dukungan dari pemilih terdaftar.
Baca Juga: Elon Musk Flexing Kekayaan dan Kekuatan Politiknya
Pengaruh Elon Musk di Pemilu
Pengusaha teknologi pro-Trump, Elon Musk, juga memainkan peran besar dalam pemilu ini. Musk menyumbangkan US$75 juta untuk komite politik pro-Trump dan menggunakan media sosialnya, X (sebelumnya Twitter), sebagai platform untuk mendukung Trump.
Namun, janji Musk untuk memberikan hadiah US$1 juta setiap hari kepada mereka yang menandatangani petisi pro-Konstitusi AS menimbulkan kekhawatiran dari Gubernur Demokrat Pennsylvania, Josh Shapiro, yang menyarankan kemungkinan adanya penyelidikan terhadap janji tersebut.