Sumber: CNN | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Untuk pertama kalinya dalam 16 tahun, Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) tidak menempatkan pesawat pembom berat di pangkalan militer di Guam.
Lima pesawat pembom B-52 Stratofortresses telah meninggalkan Pangkalan Angkatan Udara Andersen di pulau Pasifik tersebut pada 17 April 2020 lalu, sekaligus mengakhiri the Continuous Bomber Presence (CBP).
CBP ini sebuah misi yang pernah disebut-sebut Pentagon sebagai kunci pencegahan untuk musuh potensial dan sekaligsu memberi kepastian keamanan bagi sekutu AS di Asia dan Pasifik Barat.
Baca Juga: China kirim kapal induk dekati Jepang saat angkatan laut AS berjuang melawan corona
Di bawah CBP, pesawat pembom siluman B-52, B-1, dan B-2 dikerahkan ke Pangkalan Angkatan Udara Andersen dalam rotasi enam bulan, menempatkan kekuatan-kekuatan udara strategis AS karena hanya beberapa jam waktu terbang ke titik-titik penting seperti ke Korea Utara dan Laut Cina Selatan.
Sekarang, Komando Strategis AS mengatakan pesawat pembom AS bisa lebih efektif ketika terbang dari pangkalan mereka di benua Amerika Serikat. Argumen pemindahan ini, pesawat pembom masih dapat digunakan saat dibutuhkan ke Pasifik dari daratan AS. Selain itu mereka dapat merespons lebih cepat ke hotspot potensial lainnya seperti Teluk Persia.
"Amerika Serikat telah beralih ke pendekatan yang memungkinkan pesawat pembom strategis untuk beroperasi maju di kawasan Indo-Pasifik dari berbagai lokasi di luar negeri, jika diperlukan, dan dengan ketahanan operasional yang lebih besar, dengan secara permanen berbasis di Amerika Serikat," kata Mayor Kate Atanasoff, juru bicara Komando Strategi AS, dalam sebuah pernyataan yang dikutip CNN.
Dari sudut pandang militer, para analis menilai langkah itu masuk akal. Sebab, pangkalan di Guam kini makin rentan.
"Seorang perencana militer China dapat dengan mudah merencanakan cara-cara menghancurkan pesawat pembom," kata Timothy Heath, peneliti senior pertahanan internasional di RAND Corp.
Faktanya, salah satu rudal balistik jarak menengah China DF-26 yang dijuluki "pembunuh Guam" oleh para analis ketika diluncurkan pada tahun 2015 karena kemampuannya untuk mencapai pangkalan-pangkalan di wilayah AS dari daratan Cina.
Pada 2017, Korea Utara juga menguji coba rudal balistik jarak menengah, Hwasong-12, sebagai bagian dari rencana yang bertujuan menyerang Guam.
"Mundur dari Guam mengurangi jejak yang dapat ditargetkan menghadapi ancaman rudal balistik Cina dan Korea Utara," kata Carl Schuster, mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Gabungan Komando Pasifik AS.
Baca Juga: Insiden kapal perang China tembakkan laser ke pesawat AS, begini kronologisnya
Aset utama, dalam bentuk pesawat pembom, akan dipindahkan dari jangkauan kemungkinan serangan pertama oleh musuh. Tetapi dipersenjatai dengan rudal jarak jauh dan didukung oleh tanker pengisian bahan bakar udara, AS dapat kembali beraksi di Pasifik dalam waktu kurang dari sehari dari pangkalan daratan mereka di tempat-tempat seperti North Dakota dan Louisiana.
Rabu lalu, Angkatan Udara AS mengirim pesawat bomber B-1 dari pangkalan South Dakota dalam perjalanan hanya 30 jam ke Jepang.
Baca Juga: 100 awak kapal induk perang AS terjangkit corona, kapten minta bantuan Pentagon
Dalam misi ini, AS bekerja sama dengan pesawat tempur F-15 dan F-2 Jepang serta F-16 AS.
"Operasi ini menunjukkan komitmen kami yang tak tergoyahkan terhadap keamanan dan stabilitas kawasan Indo-Pasifik melalui pengerahan pasukan strategis dari seluruh dunia," kata Jenderal CQ Brown, Jr, komandan Pasukan Angkatan Udara AS.
Baca Juga: Bartambah, jumlah awak kapal induk perang AS yang positif virus corona capai 550