Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Tetapi ketika pasukan anti huru hara bergerak untuk membubarkan mereka, mereka pindah ke Admiralty di mana ada lebih banyak konfrontasi dan pertikaian dengan polisi di stasiun MTR.
Baca Juga: Pemimpin Hong Kong: Kami tidak bisa menghentikan krisis segera
Selanjutnya mereka turun ke Wan Chai, dengan lebih banyak aksi vandalisme. Kondisi ini memaksa MTR untuk menutup stasiun lain, kemudian melanjutkan perjalanan ke Causeway Bay di mana kerumunan besar mengambil alih Hennessy Road.
Masih mengutip South China Morning Post, malam telah tiba ketika polisi menembakkan beberapa putaran gas air mata pada pengunjuk rasa dari pintu masuk MTR di dekat department store Sogo, sebuah zona perbelanjaan utama. Petugas juga terlihat memukuli demonstran yang mencoba melarikan diri dari eskalator.
Saat malam berlalu, kekacauan menyebar ke Mong Kok dan Hung Hom.
Baca Juga: Hong Kong bersiap-siap hadapi unjuk rasa besar-besaran
Stasiun MRT Prince Edward dan Mong Kok ditutup lagi ketika kerumunan besar massa mengambil alih perempatan jalan di luar Kantor Polisi Mong Kok.
Para pengunjuk rasa terus mundur setiap kali polisi mengejar mereka. Namun kondisi itu hanya sebentar. Mereka akan berkumpul kembali dan menghadapi polisi lagi.
Dari jam 9 malam, pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan di Nathan Road dekat Prince Edward Road West di Mong Kok. Dalam waktu singkat, massa melumpuhkan lalu lintas dengan barikade yang terbuat dari tempat sampah dan puing-puing. Yang lainnya melemparkan benda-benda keras ke arah kantor polisi.
Sebelumnya pada siang hari, ribuan pengunjuk rasa membentuk lautan hitam ketika mereka berkumpul di Chater Garden di Central dan bergerak menuju Garden Road ke konsulat AS. Banyak dari mereka yang mengibarkan bendera Amerika.
Baca Juga: Pemimpin Hong Kong: China mendukung penuh penarikan RUU Ekstradisi
"Kami di sini untuk mendesak pemerintah AS agar mengesahkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong," kata seorang lulusan berusia 22 tahun dari Universitas Politeknik, yang menolak disebutkan namanya seperti yang dikutip dari South China Morning Post.
"Kami tidak menjual Hong Kong tetapi membela Undang-Undang Dasar, yang menjanjikan kita demokrasi dan hak asasi manusia."
Para pengunjuk rasa mendorong anggota parlemen AS untuk mengesahkan undang-undang itu, yakni undang-undang bipartisan yang dapat membuka jalan bagi Washington untuk memberi sanksi kepada pejabat China dan Hong Kong, serta melepaskan kota dari status khusus sebagai entitas perdagangan dan bea cukai terpisah dari China.