ILUSTRASI. Badan intelijen Korea Selatan memberikan gambaran tentang aliansi yang semakin meningkat antara Rusia dan Korea Utara. KCNA via REUTERS
Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
"Rusia dapat menawarkan beberapa insentif yang cukup penting dalam hal transfer teknologi, yang menurut Pyongyang mungkin lebih berharga daripada sebagian cadangan persenjataannya," kata Parakilas.
Laporan menunjukkan Rusia mungkin menyediakan teknologi satelit bagi Korea Utara yang memungkinkannya untuk mengawasi dan menargetkan lokasi militer milik AS dan sekutunya di Asia Timur dengan lebih akurat.
Rusia juga telah menggunakan kekuatan diplomatiknya sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk melindungi Korea Utara, menggunakan hak vetonya tahun ini untuk menghambat komisi yang memantau program nuklir Korea Utara.
Sebagian besar dunia telah lama berusaha mengisolasi Korea Utara dan menekannya untuk membongkar senjata nuklirnya. Sikap baru Kremlin adalah perubahan haluan.
Kim mungkin dapat lebih memanfaatkan kebutuhan Rusia akan peluru kendali untuk mengamankan lebih banyak teknologi yang sangat dibutuhkan oleh militernya yang kuno.
"Angkatan udara Korea Utara, misalnya, sangat kecil dan sangat membutuhkan pesawat yang lebih modern untuk menjadi kekuatan tempur yang layak," kata Parakilas.
Aliansi yang genting
Sementara kedua pemimpin menuai keuntungan jangka pendek, masalah yang akan datang dapat menggagalkan aliansi.
Meski Korea Utara mengirimkan peluru kendali yang dibutuhkan Rusia dalam jumlah besar, kualitasnya sering kali buruk, dan ada keraguan tentang kapasitas Korea Utara untuk terus mengirimkannya.
"Sumber-sumber Ukraina menunjukkan bahwa peluru kendali yang diterima Rusia dari DPRK sudah ketinggalan zaman — beberapa diduga diproduksi pada tahun 1970-an dan 1980-an — dan kualitasnya buruk, sehingga memiliki tingkat kegagalan yang tinggi," kata Daniel Salisbury, seorang ahli proliferasi senjata di King's College London.
Dan keputusan Putin untuk lebih dekat dengan Kim membahayakan hubungannya dengan sekutu terpentingnya, yakni pemimpin China Xi Jinping.
Analis mengatakan kepada Business Insider pada bulan Juni bahwa Xi dengan waspada mengamati aliansi keamanan antara Rusia dan Korea Utara, khawatir hal itu dapat mengganggu keseimbangan kekuatan di Asia Timur dan memicu konflik yang lebih baik dihindari China.
Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie