Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Hubungan antara Jepang dan Korea Selatan memburuk. Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Aso menegaskan pada hari Selasa (4/8/2020) bahwa pemerintahannya akan merespons jika Korea Selatan menyita aset-aset Jepang selama perselisihan kerja paksa di masa perang. Dia menggambarkan langkah tersebut sebagai pelanggaran hukum internasional.
"Ini jelas-jelas melanggar hukum internasional; itu sikap kami," kata Aso, yang juga menjabat sebagai menteri keuangan Jepang.
Baca Juga: Survei 135 negara: Kepemimpinan Jerman paling disukai, kalahkan AS, China, dan Rusia
Dia menambahkan, "Jika aset (Jepang) disita ... kami tidak punya pilihan selain merespons, jadi kami harus menghindarinya," katanya seperti yang dilansir Reuters.
Pernyataan keras pemerintah Jepang bermula dari keputusan Mahkamah Agung Korea Selatan yang memerintahkan penyitaan aset lokal dari sebuah perusahaan Jepang yang menolak memberikan kompensasi kepada beberapa pekerja paksa pada masa perang.
Baca Juga: Tokyo berlakukan keadaan darurat, jika wabah virus corona memburuk
Jepang menyebut keputusan itu "sangat disesalkan" dan mengatakan akan mendorong pembicaraan dengan Seoul mengenai masalah ini.
Dalam putusan penting pada bulan Oktober 2019, Mahkamah Agung Korea Selatan memerintahkan Nippon Steel & Sumitomo Metal Corp untuk membayar masing-masing 100 juta won (US$ 88.000) kepada empat penggugat yang dipaksa bekerja untuk perusahaan ketika Jepang menjajah Semenanjung Korea pada 1910-1945.
Tetapi perusahaan Jepang menolak untuk mengikuti keputusan itu, dan berpegang pada posisi Jepang bahwa semua masalah kompensasi era kolonial diselesaikan oleh perjanjian 1965 yang memulihkan hubungan diplomatik antara kedua pemerintah. Pejabat Jepang mengatakan mereka bisa membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional.