Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA/BEIJING. Dua importir utama batubara termal dunia, China dan India, memangkas pembelian batubara dari Indonesia demi jenis batubara dengan kalori lebih tinggi dari negara lain.
Penurunan harga global membuat batubara berkualitas lebih tinggi kini lebih kompetitif secara ekonomi.
Menurut pelaku industri, pembelian batubara dari Indonesia, eksportir batubara termal terbesar dunia oleh China dan India menurun lebih cepat dibandingkan total impor batubara termal mereka secara keseluruhan.
Baca Juga: Bakal Perusahaan Australia, BUMI Resources (BUMI)Mulai Diversifikasi Selain Batubara
Kedua negara ini kini beralih ke batubara dengan nilai kalor (calorific value/CV) tinggi yang menghasilkan energi lebih besar per ton.
“Batubara dengan kalori tinggi memang lebih mahal, tapi pada harga saat ini, justru menghasilkan energi lebih besar untuk setiap dolar yang dibelanjakan. Satu juta ton batubara kalori tinggi bisa menggantikan 1,2 hingga 1,5 juta ton batubara dari Indonesia,” ujar Vasudev Pamnani, Direktur perusahaan dagang batubara India, I-Energy Natural Resources pada Rabu (25/6).
Di China, batubara Indonesia dengan kalori sedang dan rendah kini kesulitan bersaing dengan pasokan diskon dari Rusia yang memiliki kualitas serupa, kata analis Kpler, Zhiyuan Li.
Direktur Utama Ombilin Energi, Ramli Ahmad, menyatakan bahwa batubara Indonesia bisa kembali kompetitif jika harga batubara kalori tinggi naik akibat konflik di Timur Tengah.
Namun, selama batubara kalori tinggi tetap terjangkau, batubara dengan kalori rendah akan terus tertekan.
Baca Juga: Permintaan Batubara dari China dan India Turun, Begini Respons Kementerian ESDM
Data bea cukai China dan perdagangan India menunjukkan bahwa batubara Mongolia (untuk China) dan batubara Afrika Selatan (untuk India) menjadi dua komoditas yang paling banyak menggeser pangsa pasar Indonesia dalam lima bulan pertama 2025, dengan pangsa mereka mencapai rekor tertinggi.
Menurut analis Mysteel, Xue Dingcui, ekspor batubara Mongolia akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya produksi dan efisiensi, meski harga batubara termal di China sedang menurun.
China dan India juga meningkatkan pembelian dari Tanzania, negara yang sebelumnya tidak terlalu aktif di pasar batubara laut global hingga meletusnya perang Rusia-Ukraina pada 2022.
Pedagang India pun meningkatkan impor batubara kalori tinggi dari Kazakhstan, Kolombia, dan Mozambik, sementara pasokan dari Australia mulai kembali mendapat porsi lebih besar di pasar China.
Indeks harga batubara Indonesia dan Australia, mencerminkan jenis yang disukai pembeli China telah menunjukkan tren penurunan sejak Oktober 2023, dengan harga acuan Australia turun lebih tajam dibanding Indonesia.
Baca Juga: TBS Energi Utama (TOBA) Berupaya Perkuat Lini Bisnis Non-Batubara
Fokus ke Dalam Negeri
Secara keseluruhan, impor batubara China turun hampir 10% menjadi 137,4 juta ton dalam lima bulan pertama 2025, sementara India mencatat penurunan lebih dari 5% menjadi 74 juta ton.
Ekspor Indonesia menjadi yang paling terpukul, dengan pengiriman ke China dan India masing-masing turun 12,3% dan 14,3%.
Total ekspor batubara Indonesia anjlok 12% menjadi 187 juta ton pada periode Januari–Mei, menurut data firma analis Kpler.
Untuk mengatasi penurunan ekspor, para produsen batubara Indonesia mulai mengalihkan fokus ke pasar domestik.
Baca Juga: Permintaan Batubara dari China dan India Turun, Kementerian ESDM Angkat Bicara
Menurut Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia, pengiriman dalam negeri diperkirakan naik 3% tahun ini, sementara ekspor turun sekitar 10%.
Permintaan dalam negeri, terutama dari industri smelter nikel, kini menyumbang porsi terbesar terhadap produksi batubara Indonesia dalam satu dekade terakhir, yakni mencapai 48,6%, menurut data pemerintah yang dikaji Reuters.
Indonesia memberlakukan batas atas harga jual batubara ke pembangkit listrik, sehingga menjadikan smelter sebagai opsi yang lebih menguntungkan dibandingkan ekspor.
“Industri smelter saat ini menjadi penyelamat. Kami bisa mendapatkan harga jual yang lebih baik dibanding menjual ke pembangkit atau ke pasar China,” ujar Ramli Ahmad dari Ombilin Energi.