Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan
LONDON. Rencana Inggris keluar dari barisan negara-negara Uni Eropa alias brexit dinilai akan semakin menekan poundsterling terperosok lebih dalam. Sebanyak 29 dari 34 ekonom dalam survey yang dilakukan Bloomberg menyebut, nilai tukar poundsterling terhadap dolar AS akan melemah jatuh ke US$ 1,35 atau lebih rendah dalam sepekan jelang pemungutan suara untuk brexit.
Seperti dilansir Bloomberg, pelemahan poundsterling kali ini berpotensi menyamai level terendah pada tahun 1985 silam.
Sebanyak 23 dari seluruh ekonom yang diwawancarai mengungkapkan, poundsterling tidak akan pulih dari level terendahnya dalam waktu tiga bulan jelang referendum Inggris pada 23 Juni 2016 mendatang.
Tujuh ekonom lainnya bahkan meramal, poundsterling akan jatuh lebih dalam hingga ke bawah US$ 1,20 setelah pemungutan suara brexit. Hanya satu ekonom di antaranya yang optimistis poundsterling masih bisa bertahan pada level US$ 1,40 atau lebih tinggi sedikit dari posisi terendahnya dalam tujuh tahun terakhir.
Hingga saat ini, poundsterling telah turun lebih dari 2% sejak David Cameron, Perdana Menteri Britania Raya, mengumumkan tanggal pemungutan suara, akhir pekan lalu.
Namun demikian, pelemahan poundsterling juga didorong karena pemulihan ekonomi yang tidak merata dan memudarnya prospek kenaikan suku bunga.
"Pemungutan suara untuk brexit akan memukul poundsterling dengan sangat keras. Hal ini akan menjadi implikasi negatif bagi pertumbuhan ekonomi dan mendorong arus modal keluar, serta meningkatnya kekhawatiran defisit neraca pembayaran Inggris," terang Nick Kounis, Kepala Penelitian Makro ABN Amro Bank NV Amsterdam yang juga menjadi salah satu responden Bloomberg dalam survey tersebut.
Sejak wacana brexit merebak, poundsterling sudah menjadi sepakbola politik. Mereka yang pro-Eropa, Goldman Sachs Group Inc mengumumkan, mata uang Inggris berpotensi jatuh 20% jika brexit diberlakukan.
Asal tahu saja, poundsterling merosot paling dalam sejak tahun 2010 lalu setelah Boris Johnson, Walikota London, memberikan dukungan untuk meninggalkan Eropa.
Anggota parlemen Inggris sempat menanyakan pergolakan ekonomi yang terjadi kepada Cameron terkait pemungutan suara brexit, awal pekan ini. Mark Carney, Gubernur Bank of England bahkan mengakui, kampanye referendum telah membebani mata uang Inggris.
Enrique Diaz Alvares, Direktur Risiko Ebury Partners memperkirakan, bank sentral Inggris akan menanggapi suara untuk brexit dengan memangkas suku bunga dari rekor rendah 0,5%. Hal ini bisa segera terjadi setelah hari pemungutan suara nanti.
"Beberapa tahun terakhir ini, posisi poundsterling didominasi oleh sikap relatif bank sentral. Jelas, apabila brexit terjadi nantinya, kita akan melihat tanggapan langsung dari bank sentral. Para pejabat akan mengembalikan suku bunga ke nol dan menghapus semua kemungkinan kenaikan dalam waktu dekat," katanya.
Saat ini, poundsterling sudah di level terendah sejak Maret 2009 silam. Poundsterling jatuh sejauh US$ 1,39 pada Rabu (24/2). Apabila menyentuh US$ 1,35 per poundsterling berarti penurunannya menyamai level terendah pada tahun 1985 lalu.
Peter Dixon, Ekonom Commerzbank AG London menambahkan, poundsterling mungkin jatuh usai pemungutan suara untuk brexit. Kendati demikian, kemungkinan memulihkan beberapa kerugian. Ia menilai, poundsterling akan berada di atas US$ 1,25.
Namun, naik ke posisi US$ 1,30 sepekan setelah pemungutan suara untuk brexit dan berada pada kisaran US$ 1,35 dan US$ 1,40 tiga bulan setelahnya. "Saya bisa membayangkan poundsterling jatuh hingga 10%. Tetapi, saya menduga, poundsterling akan rebound setelah itu," imbuh dia.