Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - LONDON. Seorang penasihat medis utama pemerintah menyebut Inggris kini tengah berada pada titik kritis dalam pandemi COVID-19. Ditambah lagi, negara ini juga akan menghadapi musim dingin yang sangat menantang.
Kasus virus corona di Inggris meningkat dalam apa yang disebut Perdana Menteri Boris Johnson sebagai gelombang kedua virus corona. Dimana sebagian besar wilayah negara itu tunduk pada pembatasan kebebasan sosial, dan London diprediksi menjadi lokasi berikutnya.
"Tren di Inggris sedang menuju ke arah yang salah dan kami berada pada titik kritis dalam pandemi," kata Kepala Petugas Medis Inggris Chris Whitty.
Baca Juga: Tingkatkan transparansi, ByteDance bakal gelar IPO untuk TikTok Global
"Kami memiliki data untuk melihat bagaimana mengelola penyebaran virus menjelang periode musim dingin yang sangat menantang," ungkapnya.
Lebih dari 40.000 orang di Inggris telah meninggal dalam 28 hari setelah dites positif COVID-19 sejak dimulainya pandemi pada bulan Maret. Hal ini menjadi jumlah yang tertinggi di Eropa.
Kasus-kasus baru turun dengan cepat karena penguncian nasional selama tiga bulan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tetapi kini kasus baru telah meningkat karena roda ekonomi, sekolah dan kantor sudah dibuka kembali.
Baca Juga: China temukan virus corona di produk cumi-cumi beku yang diimpor dari Rusia
Pemerintah juga telah banyak dikritik karena kekurangan kapasitas untuk melakukan pengujian.
Peringatan dari Whitty diharapkan menjadi pertanda pidato nasional oleh Johnson pada akhir pekan ini, meskipun ini belum dikonfirmasi oleh para menteri.
Menteri Kesehatan Matt Hancock pada hari Minggu memperingatkan bahwa negara itu berada pada titik kritis, dengan mengatakan bahwa warga harus mengikuti aturan tentang isolasi diri atau menghadapi pengenaan tindakan penguncian lebih lanjut.
Baca Juga: Ekspor Korea Selatan hingga 20 September 2020 naik 3,6%
Pemerintah juga mengumumkan denda besar untuk ketidakpatuhan.
Hancock telah menolak untuk mengesampingkan penguncian nasional lainnya, sesuatu yang menurut Johnson akan memiliki konsekuensi bencana bagi ekonomi Inggris.