Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Washington. Amerika Serikat memang negara yang demokratis. Namun, di level internasional, Amerika Serikat sering terlihat otoriter. Terbaru, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC), Fatou Bensouda, pada Rabu (2/9/2020).
Melansir Reuters pada Rabu (2/9/2020), Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan bahwa sanksi tersebut diberikan karena penyelidikan Bensouda yang menyudutkan AS, yaitu tentang "apakah pasukan Amerika melakukan kejahatan perang di Afghanistan."
Baca juga: Semua pusat budaya China di AS akan ditutup, ini alasannya
Pompeo juga mengatakan Phakiso Mochochoko, kepala Divisi Yurisdiksi, Komplementaritas dan Kerjasama ICC, juga telah masuk daftar hitam di bawah sanksi yang disahkan oleh Presiden Donald Trump pada Juni yang memungkinkan pembekuan aset dan larangan perjalanan. "Hari ini kami mengambil langkah lanjutan, karena ICC terus menargetkan Amerika," kata Pompeo kepada wartawan.
Pompeo juga mengatakan bahwa individu dan entitas yang terus mendukung Bensouda dan Mochochoko secara material akan berisiko terkena sanksi juga. Departemen Luar Negeri AS juga membatasi penerbitan visa bagi individu yang menurut Pompeo terlibat dalam upaya pengadilan untuk menyelidiki personel AS, meski pun dia tidak menyebutkan nama mereka yang terkena dampak.
ICC menolak menerima sanksi tersebut dan mengganggap langkah pemerintah AS itu tidak tepat, lantaran dianggap sebagai "upaya lain untuk mengganggu independensi peradilan dan penuntutan pengadilan" serta mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka mendukung pekerjaan stafnya.
"Tindakan koersif ini, yang diarahkan pada lembaga peradilan internasional dan pegawai sipilnya, belum pernah terjadi sebelumnya dan merupakan serangan serius terhadap pengadilan, sistem peradilan pidana internasional UU Roma, dan supremasi hukum secara lebih umum," ungkap sebuah pernyataan atas nama seluruh ICC pada pertemuan yang jarang terjadi.