Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Perkembangan utang luar negeri dan aliran modal asing di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada tahun 2019 melambat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perlambatan utang luar negeri dan aliran modal asing ini sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi global yang hanya mencapai 2,4%. Namun, sejumlah negara mencatat kenaikan utang, termasuk Indonesia.
Bank Dunia merilis data utang luar negeri dari 120 negara-negara dengan berpendapatan rendah hingga sedang dalam International Debt Statistics (IDS) 2021.
Data World Bank mencatat, jumlah arus keuangan baik utang luar negeri dan modal asing di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tahun 2019 hanya mencapai US$ 909,7 miliar. Jumlah tersebut merosok 14,25% dibanding posisi tahun 2018.
Utang luar negeri tercatat mengalami penurunan paling besar mencapai 28,03% menjadi US$ 382,8 miliar. Sedangkan arus modal asing ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tahun 2019 hanya turun 0,4% menjadi US$ 526,9 miliar.
Baca juga: OJK mendukung rencana merger tiga bank BUMN syariah
Penurunan utang luar negeri ini terutama disebabkan oleh kontraksi yang parah dalam arus masuk utang jangka pendek, yang turun 86% menjadi US$ 30 miliar dari $ 219 miliar pada tahun 2018. Sebagian besar penurunan dapat dikaitkan dengan penurunan tajam dalam aliran utang jangka pendek ke China, yang berubah menjadi negatif (- US$ 14 miliar) pada tahun 2019. Padahal, pada tahun 2018 utang luar negeri China bertambah US$ 188 miliar.
World Bank mencatat, negara yang memiliki utang luar negeri terbesar adalah China sebesar US$ 2,1 triliun. Lalu, negara dengan utang luar negeri terbesar kedua adalah Brasil US$ 569,39 miliar dan India US$ 560,03 miliar.
Indonesia, tercatat menjadi negara dengan utang luar negeri tertinggi ke-7 sebesar sebesar US$ 402,08 miliar. Dengan kurs rupiah pada Kamis (15/1/2020) di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (Rp 14.780) besaran utang luar negeri Indonesia 2019 sekitar RpĀ 5.942,74 triliun.