kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Intelijen: Rusia Miliki Proyek Drone Perang Rahasia di China


Rabu, 25 September 2024 / 19:25 WIB
Intelijen: Rusia Miliki Proyek Drone Perang Rahasia di China
ILUSTRASI. Rusia telah membangun program pengembangan dan produksi drone serangan jarak jauh di China. MANAN VATSYAYANA/Pool via REUTERS


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rusia telah membangun program pengembangan dan produksi drone serangan jarak jauh di China yang ditujukan untuk digunakan dalam konflik di Ukraina, menurut informasi dari dua sumber intelijen Eropa dan dokumen yang ditinjau oleh Reuters.

Program ini menunjukkan kolaborasi yang semakin dalam antara Rusia dan China dalam bidang militer, meskipun Beijing terus menyatakan netralitas dalam perang tersebut.

Pengembangan Drone Garpiya-3 (G3) di China

Salah satu dokumen yang diperoleh menyebutkan bahwa IEMZ Kupol, anak perusahaan dari perusahaan senjata milik negara Rusia, Almaz-Antey, telah mengembangkan dan melakukan uji coba penerbangan drone model baru bernama Garpiya-3 (G3) di China.

Proyek ini melibatkan bantuan dari para ahli lokal di China, sebagaimana tercantum dalam laporan Kupol yang dikirim ke Kementerian Pertahanan Rusia pada awal tahun ini.

Dalam pembaruan laporan berikutnya, Kupol melaporkan bahwa mereka telah mampu memproduksi drone termasuk G3 dalam skala besar di pabrik yang terletak di China. Drone ini dirancang untuk digunakan dalam operasi militer Rusia, yang mereka sebut sebagai "operasi militer khusus" di Ukraina.

Baca Juga: Miliarder Ini Peringatkan Soal Beban Utang Pemerintah AS yang Terus Meningkat

China dan Keterlibatan dalam Produksi Drone Militer

Meskipun dokumen-dokumen tersebut memberikan bukti kuat bahwa drone militer telah diproduksi di China untuk Rusia, Kementerian Luar Negeri China menyatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak mengetahui adanya proyek semacam itu. Mereka juga menambahkan bahwa China menerapkan langkah-langkah kontrol ketat pada ekspor drone dan barang-barang terkait.

Pengamat independen dari International Institute for Strategic Studies, Fabian Hinz, mengatakan bahwa jika benar UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau drone diproduksi secara utuh di China untuk Rusia, hal ini akan menjadi perkembangan besar.

Hingga kini, sebagian besar pengiriman dari China yang diketahui hanya berupa komponen yang bisa digunakan dalam sistem senjata, bukan drone yang sudah lengkap.

Meskipun demikian, Samuel Bendett dari Center for a New American Security mengingatkan bahwa keterlibatan China dalam produksi drone untuk Rusia bisa memicu sanksi internasional. Hal ini membuat Beijing harus berhati-hati, terutama mengingat risiko dampak sanksi jika keterlibatan mereka terungkap secara resmi.

Spesifikasi dan Pengujian Drone G3

Menurut dokumen yang diperoleh, drone Garpiya-3 (G3) mampu menempuh jarak sekitar 2.000 kilometer dengan muatan sebesar 50 kilogram. Drone ini merupakan versi peningkatan dari model Garpiya-A1 yang juga diproduksi oleh Kupol.

Beberapa sampel drone G3 dan model lain yang dibuat di China telah dikirimkan ke Kupol di Rusia untuk diuji lebih lanjut dengan melibatkan ahli dari China.

Kupol juga dilaporkan telah menerima tujuh drone militer yang dibuat di China, termasuk dua unit G3, di markas mereka di kota Izhevsk, Rusia. Hal ini dikonfirmasi oleh dua dokumen yang mencantumkan faktur dari musim panas lalu yang menunjukkan pembayaran dalam mata uang yuan China.

Baca Juga: Ini Pesan Joe Biden yang Terakhir Kalinya di Majelis Umum PBB

Kerja Sama Antara Kupol dan China

Program pengembangan drone yang didirikan di China ini belum pernah dilaporkan sebelumnya dan menjadi bukti konkret pertama bahwa Rusia mendapatkan drone militer yang diproduksi di China sejak awal perang di Ukraina pada Februari 2022.

Meskipun China berkali-kali membantah memasok senjata ke Rusia, dokumen baru ini menunjukkan bahwa Kupol telah melangkah lebih jauh dengan memanfaatkan sumber daya dan teknologi dari China untuk produksi UAV.

Selain itu, dokumen terpisah mengungkapkan rencana yang melibatkan Kupol, perusahaan pertahanan Rusia lainnya, TSK Vektor, serta perusahaan China bernama Redlepus TSK Vector Industrial untuk mendirikan pusat penelitian dan produksi drone bersama di Zona Ekonomi Khusus Kashgar di Provinsi Xinjiang, China.

Pabrik ini direncanakan mampu memproduksi 800 drone per tahun. Namun, dokumen tersebut tidak memberikan garis waktu yang pasti terkait kapan pabrik ini akan mulai beroperasi.

Perlombaan Produksi Drone Antara Rusia dan Ukraina

Drone telah menjadi senjata yang sangat efektif dalam konflik di Ukraina, dan baik Rusia maupun Ukraina berlomba untuk meningkatkan produksi UAV mereka. Dalam pertemuan di St. Petersburg pekan lalu,

Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa militer Rusia telah menerima sekitar 140.000 drone pada tahun 2023 dan berencana meningkatkan jumlah ini sepuluh kali lipat dalam waktu dekat.

Putin juga menekankan pentingnya kemampuan untuk merespons dengan cepat terhadap kebutuhan di medan perang, yang semakin menegaskan peran sentral drone dalam strategi militer Rusia.

Baca Juga: Ukraina: 60% Komponen Asing di Persenjataan Rusia Berasal dari China

Tantangan Bagi China dan Risiko Sanksi Internasional

Meski China telah membantu Rusia dalam hal teknologi dan komponen, laporan ini menunjukkan bahwa keterlibatan mereka mungkin lebih besar dari yang diakui.

Namun, jika benar-benar terungkap bahwa China secara aktif memproduksi drone militer untuk Rusia, hal ini bisa memicu tindakan keras dari negara-negara Barat, termasuk penerapan sanksi tambahan terhadap China.

Kendati demikian, China tampaknya tetap berusaha menjaga keseimbangan antara keterlibatan ekonomi dengan Rusia dan menjaga citra netralitas mereka di mata dunia internasional. Kolaborasi ini juga menunjukkan cara Rusia mencoba menghindari sanksi Barat dengan memanfaatkan fasilitas produksi di China.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×