Sumber: The Guardian | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi pada energi terbarukan di seluruh dunia terus mencatatkan pertumbuhan, meski ada upaya dari pemerintahan Donald Trump di Gedung Putih untuk membatalkan dan menghambat proyek rendah karbon.
Sepanjang paruh pertama 2025, investasi global pada teknologi dan proyek energi terbarukan mencapai US$386 miliar, meningkat sekitar 10% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Total investasi energi dunia tahun ini diperkirakan menembus US$3,3 triliun, dengan lebih dari US$1 triliun masih mengalir ke sektor fosil. Namun, porsi terbesar – sekitar US$2,2 triliun – diproyeksikan masuk ke energi rendah karbon.
Momentum Investasi Masih Kuat
Laporan terbaru dari Zero Carbon Analytics menunjukkan bahwa laju pertumbuhan investasi energi hijau tidak melambat secara signifikan. Antara paruh pertama 2023 dan 2024, pertumbuhan mencapai 12%, sementara dari 2022 ke 2023 sebesar 17%.
Baca Juga: Uni Eropa Tunda Lagi Aturan Anti-Deforestasi, Berlaku Mundur Satu Tahun
Menurut Joanne Bentley-McKune, analis riset dari lembaga tersebut:
“Ini menunjukkan sektor energi terbarukan masih memiliki momentum dan kekuatan mendasar. Meski ada penurunan laju pertumbuhan, tren ini masih sesuai dengan rata-rata tiga tahun terakhir, dan membuktikan bahwa investasi energi terbarukan lebih tangguh daripada perkiraan sebelumnya.”
Angin Laut Jadi Motor Pertumbuhan
Pendanaan untuk proyek pembangkit listrik tenaga angin darat dan lepas pantai naik sekitar 25% di paruh pertama 2025, mencapai £126 miliar. Pasar terbesar datang dari China dan Eropa, terutama pada segmen angin lepas pantai (offshore wind).
Sejak Januari 2025, setidaknya US$470 miliar investasi energi bersih masa depan telah diumumkan. Sekitar tiga perempat dari dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan jaringan listrik dan transmisi energi, yang selama ini menjadi hambatan utama pencapaian target energi terbarukan.
Perusahaan Besar Tetap Kejar Target Net Zero
Meski administrasi Trump menarik AS dari Perjanjian Paris dan membongkar berbagai kebijakan iklim federal, perusahaan besar di dunia justru semakin aktif mengejar target iklim.
Data dari Net Zero Tracker, sebuah konsorsium penelitian, menunjukkan perusahaan yang mewakili sekitar 70% dari pendapatan 2.000 perusahaan publik terbesar dunia kini memiliki rencana net zero.
Di Amerika Serikat, 19 negara bagian tetap berkomitmen pada target net zero, sementara 304 perusahaan besar yang berbasis di AS telah memiliki target net zero, naik dari 279 perusahaan tahun lalu.
Secara total, perusahaan tersebut mewakili hampir dua pertiga dari pendapatan korporasi AS, atau sekitar US$12 triliun secara global.
Baca Juga: Serangan Ransomware Lumpuhkan Bandara Eropa, Puluhan Penerbangan Terganggu
John Lang, penulis utama laporan tersebut, menegaskan: “Pembicaraan soal resesi net zero berlebihan. Kemunduran hanya terjadi di sektor fosil dan para pendana mereka. Sementara itu, lebih banyak perusahaan mulai bergerak dari sekadar formalitas ke pemangkasan emisi nyata – sebuah reset yang sudah lama ditunggu.”
Net Zero Jadi Ajang Kompetisi Global
Meski demikian, laporan memperingatkan masih ada kesenjangan besar antara aspirasi dan aksi nyata. Banyak negara dan perusahaan telah menetapkan target, tetapi implementasinya belum cukup cepat.
Thomas Hale, profesor kebijakan publik global di Blavatnik School of Government, Oxford University, menekankan bahwa perusahaan AS tidak bisa ketinggalan:
“Perusahaan-perusahaan AS tahu mereka harus mengikuti langkah Uni Eropa, China, dan kawasan lain di mana kebijakan iklim semakin menentukan daya saing. Net zero kini bukan lagi arena politik, melainkan perlombaan untuk mengamankan pasar, investasi, dan lapangan kerja masa depan.”