Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA/NEW YORK. Investor global menyambut batas waktu tarif perdagangan yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (9/7) mendatang dengan sikap tenang.
Mereka menilai sejumlah skenario ringan telah sepenuhnya tercermin dalam pergerakan pasar.
Baca Juga: Keputusan Tarif AS untuk 12 Negara Maju Jadi Senin (7/7) Besok, Indonesia Termasuk?
Menjelang berakhirnya jeda 90 hari yang diumumkan Trump pada “Hari Pembebasan” 2 April lalu, ia mengatakan bahwa surat berisi rincian tarif atas ekspor dari 12 negara akan dikirimkan mulai Senin (7/7).
Namun, para investor yang telah memantau tenggat ini selama berbulan-bulan memperkirakan bahwa negosiasi akan berjalan lebih lama dan kesepakatan dagang tidak akan tercapai sepenuhnya dalam waktu dekat.
Meski begitu, kekhawatiran pasar tidak terlalu besar.
“Pasar kini lebih nyaman dan santai dalam menanggapi berita seputar tarif,” kata Jeff Blazek, Co-Chief Investment Officer divisi multi-aset di Neuberger Berman, New York.
Baca Juga: Kanada Bakal Beri Bantuan Finansial Bagi Produsen Aluminium Terdampak Tarif AS
“Investor percaya bahwa tenggat waktu ini cukup fleksibel, dan skenario terburuk tampaknya sudah dikesampingkan.”
Trump menyatakan tarif baru bisa berkisar hingga 70% mulai 1 Agustus—jauh lebih tinggi dari kisaran 10%-50% yang diumumkan sebelumnya. Namun kepastian mengenai tarif dan waktu pemberlakuannya masih terus berubah.
Sejauh ini, AS telah mencapai kesepakatan terbatas dengan Inggris dan kesepakatan prinsip dengan Vietnam.
Sementara itu, pembicaraan dengan India dan Jepang gagal mencapai titik temu, dan negosiasi dengan Uni Eropa menghadapi sejumlah hambatan.
Meski demikian, pasar saham global terus menguat. Indeks saham dunia telah naik 11% sejak 2 April, setelah sempat anjlok 14% dalam tiga hari perdagangan pasca pengumuman tarif, sebelum akhirnya pulih dan melonjak hingga 24%.
“Jika Hari Pembebasan adalah gempa utamanya, maka surat tarif ini hanyalah gempa susulan,” kata Rong Ren Goh, manajer portofolio obligasi di Eastspring Investments, Singapura.
Baca Juga: Negosiasi dengan AS, RI Tawarkan Pangkas Tarif, Beli Gandum dan Pesawat Boeing
“Dampaknya ke pasar tidak akan sebesar sebelumnya, bahkan jika tarif lebih tinggi dari 10%.”
Goh menambahkan bahwa sistem keuangan global saat ini dibanjiri likuiditas, sehingga investor cenderung enggan melepas aset atau mengurangi eksposur karena takut tertinggal dari reli pasar.
Pajak dan Suku Bunga The Fed
Di sisi lain, fokus investor juga terbagi pada dinamika internal AS, khususnya soal kebijakan fiskal.
Trump baru saja menandatangani paket pajak dan belanja negara yang kontroversial, yang menjadikan pemotongan pajak tahun 2017 bersifat permanen.
Pasar saham menyambut positif kebijakan ini. Namun, investor obligasi khawatir kebijakan fiskal tersebut akan menambah utang negara lebih dari US$3 triliun, menambah beban utang AS yang kini telah mencapai US$36,2 triliun.
Baca Juga: Trump Siap Kirimkan Surat Tarif ke 12 Negara pada Senin Depan
Indeks S&P 500 dan Nasdaq ditutup pada rekor tertinggi pada Jumat lalu, mencatat kenaikan selama tiga pekan berturut-turut. Sementara itu, indeks STOXX 600 Eropa naik 9% dalam tiga bulan terakhir.
Namun potensi inflasi akibat kebijakan tarif menekan kinerja obligasi pemerintah AS (Treasury) dan dolar AS, serta memengaruhi ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga The Fed.
Saat ini, pelaku pasar tidak lagi memperkirakan adanya pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan ini dan hanya memperkirakan dua kali penurunan suku bunga sebesar 25 bps hingga akhir tahun.
Dolar AS juga kehilangan daya tarik sebagai aset safe haven.
Indeks dolar, yang mengukur performa mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya, mengalami penurunan tajam di paruh pertama tahun ini, terburuk sejak 1973 dengan koreksi mencapai 11%. Sejak 2 April, indeks dolar telah turun 6,6%.
Baca Juga: Indonesia Tawarkan Gunting Tarif Mendekati 0%, Beli Gandum dan Pesawat Boeing dari AS
“Pasar saat ini mendiskon tarif umum sekitar 10%, bukan 35%-40% seperti yang sebelumnya dikhawatirkan,” kata John Pantekidis, CIO di TwinFocus, Boston.
Meski tetap optimistis terhadap prospek saham AS, Pantekidis mewaspadai pergerakan suku bunga.
“Untuk saat ini, saya perkirakan suku bunga akan menurun di paruh kedua tahun ini. Tapi jika pasar obligasi khawatir terhadap dampak fiskal dan bunga naik, maka situasinya bisa berubah total.”