Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - LONDON. Manajer aset terkemuka Eropa Amundi dan investor LVMH menekan perusahaan barang mewah yang dikendalikan oleh miliarder Bernard Arnault mengambil langkah agresif memantau pemasoknya terhadap pekerja. Tekanan ini dilakukan setelah jaksa Italia mengungkap dugaan sweatshop (tindakan memperkerjaan karyawan dengan tidak adil) di subkontraktor merek kelas atas Dior.
Investigasi terhadap pemasok label fesyen terbesar kedua LVMH yang diungkapkan Reuters pada 11 Juni menyoroti potensi eksploitasi pekerja di industri barang mewah global senilai US$ 1,6 triliun.
Amundi, yang memegang 0,6% saham senilai US$ 2,2 miliar di perusahaan induk merek-merek termasuk Louis Vuitton dan Tiffany & Co ini mengatakan, telah menghubungi konglomerat Prancis tersebut setelah penyelidikan tersebut dipublikasikan. Amundi juga meminta lebih banyak transparansi, audit pemasok dan praktik pembelian internal.
Baca Juga: Dior Says Collaborating With Authorities After Italian Antitrust Probe
“Kami berharap tuduhan yang ada baru-baru ini ditanggapi dengan serius dan mempercepat perbaikan dalam hal kebijakan dan praktik untuk memastikan manajemen risiko rantai pasokan yang proaktif termasuk risiko seputar kondisi kerja,” ujar Caroline Le Meaux, kepala penelitian ESG global yang terlibat di Amundi, kepada Reuters pada 18 Juli.
CCLA Investment Management, investor LVMH yang lainnya mengatakan kepada Reuters ingin perusahaan tersebut memberikan lebih banyak bukti publik mengenai upayanya untuk memastikan pekerja di rantai pasokannya dibayar secara adil, sementara manajer aset Robeco mengatakan pihaknya telah mendorong kelompok barang mewah termasuk LVMH untuk lebih transparan. .
Flavio Cereda, salah satu manajer strategi investasi merek-merek mewah GAM mengatakan, tidak melihat penyelidikan ini sebagai pemecah kesepakatan dalam hal kepemilikan saham di LVMH. Kini tidak lagi cukup bagi LVMH untuk mengatakan bahwa suatu produk adalah sebuah produk dibuat di Eropa. "Mereka perlu menunjukkan bahwa di puncak rantai pasokan (mereka) karena pada akhirnya hal itu menjadi tanggung jawab (mereka)," kata Cereda dikutip Reuters.
Manajer aset Perancis, Amundi menentang terpilihnya kembali Arnault sebagai CEO LVMH pada rapat pemegang saham tahun 2022 dan 2023 karena kurangnya transparansi LVMH mengenai gaji dan kondisi pekerja. Kejaksaan Italia mengatakan Dior yang dipimpin oleh putri Arnault, Delphine Arnault, membayar subkontraktor Italia hanya 53 euro untuk setiap tas Dior yang dirakit, menjual tas dengan model yang sama di toko seharga 2.600 euro namun gagal menerapkan persyaratan keselamatan dasar, menurut dokumen pengadilan yang ditinjau oleh Reuters .
Dior mengatakan pekan lalu telah memutuskan hubungan dengan pemasok tersebut. Dior mengaku hanya merakit sebagian produk kulit dan laporan tentang tas yang diproduksi dengan biaya yang sangat rendah. Hal ini sekaligus membantah informasi yang disebutkan oleh media sepenuhnya salah yang disampaikan oleh media.
"Margin keuntungan Dior sepenuhnya sejalan dengan industri barang mewah dan tidak ada komentar yang salah," kata label tersebut. LVMH tidak mempublikasikan angka rinci tentang kinerja keuangan Dior atau merek individual lainnya.
Juru bicara LVMH kepada Reuters mengatakan konglomerat Perancis memperbarui kode etik pemasoknya pada bulan Maret dan berupaya menerapkan pendekatan yang homogen di seluruh mereknya, namun ukuran dan kompleksitas grup tersebut mencakup minuman beralkohol hingga hotel-hotel kelas atas membutuhkan proses yang panjang dan menantang.
“Ini adalah proses perbaikan berkelanjutan,” kata juru bicara tersebut.
Dalam beberapa kasus, LVMH juga bekerja sama dengan perusahaan pesaing yang mempekerjakan pemasok yang sama, untuk mengoordinasikan pembayaran upah layak kepada pekerja.
Baca Juga: Pecat CEO-nya, Burberry Tunjuk Mantan Bos Coach Menjadi Penggantinya
Pada Rabu, otoritas antimonopoli Italia meluncurkan penyelidikan terpisah mengenai apakah klaim pemasaran Dior menggembar-gemborkan produknya menyesatkan konsumen. Penyelidikan tersebut juga menargetkan Armani, yang menyatakan keyakinannya pada "hasil positif setelah penyelidikan (antimonopoli)".
Italia menyumbang 50% hingga 55% produksi global pakaian mewah dan barang-barang kulit, menurut perhitungan konsultan Bain, dengan ribuan produsen kecil memasok merek-merek besar dan mengizinkan mereka menggunakan label berharga "Made in Italy".