Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan di Timur Tengah meningkat setelah dua pejabat Amerika Serikat mengungkap bahwa militer Iran telah memuat ranjau laut ke kapal-kapal mereka di Teluk Persia pada bulan lalu.
Langkah ini memicu kekhawatiran serius di Washington bahwa Teheran tengah bersiap menutup Selat Hormuz, salah satu jalur pelayaran energi terpenting di dunia, menyusul serangan udara Israel ke sejumlah lokasi di Iran.
Ranjau Belum Dikerahkan, Tapi Sinyal Bahaya Nyata
Persiapan yang sebelumnya belum dilaporkan ini terjadi setelah serangan misil Israel pada 13 Juni lalu, menurut dua pejabat AS yang berbicara secara anonim karena menyangkut informasi intelijen sensitif.
Baca Juga: Ekonom Maybank: Dampak Penutupan Selat Hormuz ke Ekonomi RI Masih Moderat
Meski ranjau tersebut belum benar-benar dikerahkan di Selat Hormuz, keberadaannya dianggap sebagai sinyal kuat bahwa Iran mempertimbangkan opsi blokade — langkah yang dapat memperparah konflik kawasan dan mengganggu perdagangan global secara besar-besaran.
Sekitar 20% dari pengiriman minyak dan gas global melewati selat ini, sehingga gangguan sekecil apa pun dapat berdampak besar pada harga energi dunia.
Harga Minyak Justru Turun, Meski Ancaman Membayangi
Meskipun ancaman blokade meningkat, harga minyak global justru mencatat penurunan lebih dari 10% sejak AS melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran. Para analis menilai pasar merespons dengan lega karena belum terjadi gangguan langsung terhadap aliran minyak dari Teluk Persia.
Namun, pada 22 Juni, parlemen Iran sempat menyetujui langkah simbolik untuk menutup Selat Hormuz, meski keputusan akhir tetap berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran. Sepanjang sejarahnya, Iran telah berulang kali mengancam akan menutup selat ini, tetapi belum pernah benar-benar melaksanakannya.
Baca Juga: Jika Iran Tutup Selat Hormuz, Subsidi Energi Indonesia Bisa Naik Dua Kali Lipat
Alasan Strategis dan Kemungkinan "Permainan Uji Nyali"
Para pejabat AS menyebut, bisa jadi pemuatan ranjau tersebut merupakan strategi penggertakan Iran, atau bentuk persiapan militer jika sewaktu-waktu perintah resmi dikeluarkan. Hingga kini, belum dapat dipastikan apakah ranjau tersebut masih berada di kapal atau sudah dibongkar.
Biasanya, intelijen semacam ini diperoleh melalui citra satelit, sumber manusia rahasia, atau kombinasi keduanya.
Menanggapi laporan ini, seorang pejabat Gedung Putih menyatakan: “Berkat keberhasilan Presiden dalam melaksanakan Operation Midnight Hammer, kampanye melawan Houthi, dan tekanan maksimum terhadap Iran, Selat Hormuz tetap terbuka, kebebasan navigasi terjaga, dan kekuatan Iran telah dilemahkan secara signifikan.”
Selat Hormuz: Jalur Vital Perdagangan Energi Dunia
Selat Hormuz terletak antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Di titik tersempitnya, lebar selat hanya 34 km, dengan jalur pelayaran dua arah masing-masing selebar 2 km.
Negara-negara seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, dan Irak mengekspor sebagian besar minyak mereka melalui jalur ini, begitu juga dengan Qatar yang mengandalkan selat ini untuk menyalurkan gas alam cair (LNG).
Baca Juga: Waspada Selat Hormuz Ditutup, Bahlil Bakal Rapat dengan Pertamina
Ironisnya, Iran sendiri juga mengandalkan selat ini untuk ekspor minyaknya, sehingga menutupnya bisa menjadi pedang bermata dua. Namun, berdasarkan data Badan Intelijen Pertahanan AS pada 2019, Iran memiliki lebih dari 5.000 ranjau laut yang dapat dikerahkan dengan cepat menggunakan kapal cepat berukuran kecil.
AS Siaga Tinggi, Kapal Penjinak Ranjau Sempat Ditarik
Komando Armada Kelima AS, yang bermarkas di Bahrain, bertanggung jawab atas keamanan maritim di wilayah tersebut. Sebelum serangan AS terhadap situs nuklir Iran, kapal-kapal penjinak ranjau milik AS sempat ditarik dari Bahrain sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan serangan balik Iran.
Namun hingga saat ini, respons militer Iran masih terbatas pada serangan misil terhadap pangkalan AS di Qatar. Meski begitu, pejabat AS belum menutup kemungkinan adanya aksi balasan lanjutan dari Iran dalam waktu dekat.