Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - DUBAI. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menuntut "tindakan, bukan kata-kata" dari Amerika Serikat jika ingin menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, tantangan terbaru bagi Presiden Joe Biden.
Iran menetapkan batas waktu minggu depan bagi Biden untuk mulai membalikkan sanksi yang pendahulunya Donald Trump berlakukan, atau Iran akan mengambil langkah terbesarnya dengan melarang inspeksi mendadak oleh pengawas nuklir PBB.
“Kami telah mendengar banyak kata-kata manis dan janji yang dalam prakteknya telah dilanggar dan tindakan berlawanan telah diambil," kata Khamenei dalam pidato yang disiarkan televisi, Rabu (17/2), dan dikutip Reuters.
"Kata-kata dan janji tidak baik. Kali ini (kami ingin) hanya aksi dari pihak lain, dan kami juga akan bertindak,” tegasnya.
Baca Juga: Ancaman terbaru Iran jika kewajiban nuklir 2015 tak dihidupkan kembali
Biden ingin memulihkan kesepakatan 2015, di mana Iran setuju untuk mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi, pencapaian besar Pemerintahan Obama yang kemudian ditinggalkan oleh Trump pada 2018.
Tetapi, sementara Teheran dan Washington sekarang mengatakan ingin melihat perjanjian itu dihidupkan kembali, mereka berselisih tentang siapa yang harus mengambil langkah pertama.
Iran menyatakan, Amerika Serikat harus mencabut sanksi Trump terlebih dahulu. Sementara Washington menyatakan, Teheran harus kembali mematuhi kesepakatan, yang mulai dilanggar setelah sanksi diberlakukan kembali.
Iran masih akan mematuhi kewajiban inti
Iran telah melakukan pelanggaran pembatasan kesepakatan dalam beberapa bulan terakhir, yang berpuncak pada pengumuman bahwa mereka akan mengakhiri inspeksi mendadak oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada 23 Februari nanti.
Baca Juga: Iran: Jika Barat terus mendorong, membuat senjata nuklir bukan lagi kesalahan Iran
Inspeksi tersebut merupakan bagian dari kesepakatan nuklir 2015 yang dikenal sebagai Protokol Tambahan.
Eropa yang ikut bergabung dalam kesepakatan nuklir 2015 mengatakan, langkah Iran itu akan menjadi pelanggaran besar.
Menurut Presiden Iran Hassan Rouhani, mengakhiri inspeksi mendadak tidak akan menjadi "langkah signifikan". Sebab, Iran masih akan mematuhi kewajiban inti dalam apa yang disebut Perjanjian Pengamanan dengan IAEA.
"Kami akan mengakhiri implementasi Protokol Tambahan pada 23 Februari dan apa yang akan diterapkan akan didasarkan pada Perjanjian Pengamanan," kata Rouhani dalam rapat kabinet yang disiarkan televisi, Rabu (17/2).
"Protokol Tambahan adalah satu langkah di luar Perjanjian Pengamanan," sebut dia, seperti dilansir Reuters.
IAEA mengatakan pada Selasa (16/2), Direktur Jenderal Rafael Grossi telah menawarkan untuk mengunjungi Teheran guna menemukan "solusi yang bisa disepakati bersama untuk melanjutkan kegiatan verifikasi penting".
Rouhani bilang, Iran akan menerima kunjungan tersebut.