Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan di Jalur Gaza kembali meningkat setelah militer Israel menggencarkan serangan udara ke Gaza City pada Rabu malam hingga Kamis pagi.
Serangan ini dilakukan menjelang pertemuan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dengan para menteri terkait rencana pengambilalihan kota terbesar di Gaza tersebut.
Mobilisasi Besar-Besaran dan Skenario Penyerangan
Sehari sebelumnya, militer Israel memanggil 60.000 pasukan cadangan dalam tanda keseriusan pemerintah melanjutkan operasi, meski mendapat kecaman internasional. Namun, seorang pejabat militer menyebut bahwa sebagian besar pasukan cadangan tidak akan diterjunkan langsung ke medan tempur.
Mobilisasi besar ini diperkirakan akan memakan waktu berminggu-minggu, sehingga memberi peluang bagi mediator untuk melanjutkan upaya diplomasi terkait proposal gencatan senjata baru.
Baca Juga: Israel Setujui Permukiman Kontroversial E1, Solusi Dua Negara Palestina Terancam
Proposal Gencatan Senjata 60 Hari
Hamas telah menyatakan menerima usulan gencatan senjata 60 hari, yang mencakup pembebasan 10 sandera hidup dan 18 jenazah yang ditahan di Gaza. Sebagai gantinya, Israel diminta membebaskan sekitar 200 tahanan Palestina yang sudah lama dipenjara.
Namun, pemerintah Israel menegaskan bahwa semua 50 sandera yang tersisa harus dibebaskan sekaligus. Pejabat Israel memperkirakan hanya sekitar 20 sandera yang masih hidup.
Protes Warga Gaza: "Save Gaza, Enough"
Di tengah situasi mencekam, ratusan warga Gaza melakukan aksi protes langka pada Kamis. Dengan membawa spanduk bertuliskan “Save Gaza, enough” dan “Gaza is dying by the killing, hunger and oppression”, mereka menyerukan penghentian perang.
“Ini adalah pesan jelas: kata-kata sudah habis. Saatnya tindakan untuk menghentikan operasi militer, menghentikan genosida terhadap rakyat kami, dan menghentikan pembantaian yang terjadi setiap hari,” kata jurnalis Palestina Tawfik Abu Jarad.
Korban Jiwa dan Krisis Kemanusiaan
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 70 orang tewas dalam 24 jam terakhir akibat serangan Israel, termasuk delapan korban di kawasan Sabra, Gaza City. Salah satu korban disebut sebagai tokoh Fatah sekaligus mantan militan, bersama tujuh anggota keluarganya.
Selain serangan langsung, krisis pangan juga makin memburuk. Dua warga Gaza dilaporkan meninggal karena kelaparan dan malnutrisi dalam 24 jam terakhir, sehingga total korban akibat kekurangan gizi sejak perang dimulai mencapai 271 jiwa, termasuk 112 anak-anak. Israel, bagaimanapun, membantah angka-angka tersebut.
Baca Juga: Israel Kerahkan Puluhan Ribu Pasukan Cadangan Jelang Serangan Baru ke Gaza
Rencana Serangan ke Gaza City
Rencana untuk menguasai Gaza City sebenarnya sudah disetujui Dewan Keamanan Israel bulan ini. Netanyahu diperkirakan akan segera memberikan persetujuan operasional. Menurut sumber dekat perdana menteri, operasi akan diawali dengan peringatan evakuasi kepada warga Gaza City.
Sejak 10 hari terakhir, tank-tank Israel merapat ke pinggiran Gaza City, sementara serangan artileri meningkat di distrik Sabra dan Tuffah. Ribuan warga mulai mengungsi ke pesisir maupun ke wilayah tengah dan selatan Gaza.
“Kami menghadapi situasi pahit: mati di rumah atau mati di tempat lain. Selama perang ini terus berlanjut, tidak ada kepastian untuk bertahan hidup,” kata Rabah Abu Elias (67), ayah tujuh anak, melalui sambungan telepon.
Dilema Evakuasi Rumah Sakit
Juru bicara militer Israel Avichay Adraee menyebut pihaknya telah memberi peringatan awal kepada organisasi kesehatan dan internasional agar bersiap menerima pasien yang dievakuasi dari rumah sakit di Gaza utara.
Baca Juga: Ini Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza yang Diterima Hamas, Israel Masih Pikir-Pikir!
Namun, pejabat Kementerian Kesehatan Gaza menolak rencana evakuasi tersebut. Menurut mereka, langkah itu berisiko mengancam nyawa ratusan ribu pasien yang masih dirawat di fasilitas medis Gaza City.
Tekanan Politik di Israel
Netanyahu menghadapi tekanan dari anggota koalisi sayap kanan yang menolak tawaran gencatan senjata sementara. Mereka mendorong agar perang dilanjutkan dengan tujuan menganeksasi Gaza.
Sementara itu, komunitas internasional terus mendesak Israel untuk menahan diri, di tengah meningkatnya korban sipil dan memburuknya krisis kemanusiaan di Gaza.