Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Merek-merek produk konsumen, termasuk Nestle dan Procter & Gamble, mengatakan pihaknya melakukan investigasi setelah sebuah kelompok lingkungan mengatakan minyak kelapa sawit yang bersumber dari cagar alam liar yang ditebang secara ilegal di Indonesia mungkin telah masuk ke dalam rantai pasokan mereka.
Reuters yang melansir laporan Rainforest Action Network (RAN) yang berbasis di AS memberitakan, hutan hujan tropis di dalam cagar alam liar yang dilindungi secara hukum telah ditebang untuk memberi jalan bagi perkebunan kelapa sawit selama delapan tahun terakhir.
Laporan RAN mengutip citra satelit yang katanya mengungkap deforestasi di area tersebut.
Kelompok tersebut membagikan gambar yang menunjukkan hamparan tanah cokelat yang ditebang di hamparan hijau subur Cagar Alam Rawa Singkil di Indonesia, dengan deretan pohon kelapa sawit muda yang sekarang ditanam di sepanjang perbatasannya.
Menurut laporan yang diterbitkan pada hari Senin (11/11/2024), beberapa gambar, yang menurut RAN diambil selama investigasi lapangan pada Februari 2024, menunjukkan bahwa bibit kelapa sawit ditanam di lahan yang terbakar dikelilingi oleh pohon-pohon tumbang di dalam cagar alam tersebut.
Baca Juga: Gapki Prediksi Kenaikan Harga CPO Bakal Berlanjut Hingga Tahun Depan
RAN melaporkan, cagar alam tersebut, yang terletak di provinsi Aceh di barat laut pulau Sumatra Indonesia, telah kehilangan 2.609 hektar (6.447 hektar) hutan sejak tahun 2016, dengan pohon-pohon sawit kini tumbuh di 645 hektar area yang telah dibuka.
Reuters tidak dapat mengonfirmasi temuan tersebut secara independen.
Kementerian Kehutanan Indonesia tidak menanggapi permintaan komentar yang dilayangkan Reuters.
RAN mengatakan, penyelidikannya yang dilakukan pada bulan September dan Oktober, telah menemukan tandan buah segar dari perkebunan ilegal dijual ke pabrik PT Global Sawit Semesta (GSS) dan PT Aceh Trumon Anugerah Kita (ATAK), yang keduanya memasok ke merek-merek besar termasuk Procter & Gamble, Nestlé, Mondelez dan PepsiCo.
GSS dan ATAK, yang berlokasi di daerah terpencil, tidak dapat dihubungi oleh Reuters untuk dimintai komentar.
Perusahaan biasanya mendapatkan minyak sawit dari pabrik-pabrik Indonesia melalui perantara.
Baca Juga: Komoditas Global Tertekan Permintaan China dan Proteksi Trump
Seorang juru bicara Nestle mengatakan bahwa pihaknya segera menghubungi pemasok langsungnya terkait GSS untuk menyelidiki temuan RAN, seraya menambahkan bahwa, pada akhir tahun 2023, 96% pasokan minyak sawitnya "bebas dari deforestasi".
"Jika perlu mencari solusi, kami akan mengambil tindakan yang diperlukan," kata juru bicara tersebut.
Procter & Gamble mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya telah melakukan penyelidikan menyusul temuan RAN dan segera menangguhkan sumber dari GSS dan ATAK.
Royal Golden Eagle Group (RGE) yang berbasis di Singapura, Musim Mas, dan perusahaan Indonesia Permata Hijau juga mengambil minyak sawit dari GSS, kata RAN.
Apical, unit RGE, mengatakan perusahaan tersebut telah bekerja sama dengan GSS untuk menyelidiki pemasok yang diduga mengambil tandan buah segar ilegal dari cagar alam tersebut. GSS telah menangguhkan pemasok tersebut sejak akhir Oktober hingga penyelidikan selesai, kata Apical.
Musim Mas mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki temuan RAN. Permata Hijau, Mondelez, dan Pepsi tidak menanggapi beberapa permintaan komentar melalui email.
Setidaknya 10 mil persegi deforestasi telah terjadi di dalam batas-batas Cagar Alam Rawa Singkil sejak 2016 karena perkebunan kelapa sawit, karet, dan jagung.
Indonesia, rumah bagi hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, mengatakan telah mengurangi laju deforestasinya menjadi di bawah 140.000 hektar per tahun antara tahun 2020 dan 2023. Angka ini turun dari 400.000 hektar pada tahun 2016-2020.
Tonton: Pemerintah Akan Memburu Pengusaha Sawit Nakal Pengemplang Pajak
Namun, RAN mengatakan penyelidikannya menunjukkan bahwa deforestasi di dalam cagar alam tersebut melonjak empat kali lipat pada tahun 2021-2023 dibandingkan dengan periode sebelumnya, meskipun ada undang-undang yang melarang deforestasi.
"Citra beresolusi tinggi dan analisis tersebut secara definitif menunjukkan bahwa pabrik kelapa sawit, pedagang, dan merek global yang bersumber dari daerah ini telah gagal mengakhiri deforestasi untuk minyak kelapa sawit di 'Ibu Kota Orangutan Dunia'," kata RAN dalam laporannya.