kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.409.000   5.000   0,21%
  • USD/IDR 16.717   24,00   0,14%
  • IDX 8.711   77,93   0,90%
  • KOMPAS100 1.194   10,49   0,89%
  • LQ45 855   7,80   0,92%
  • ISSI 311   3,27   1,06%
  • IDX30 442   1,95   0,44%
  • IDXHIDIV20 513   -0,14   -0,03%
  • IDX80 133   1,33   1,01%
  • IDXV30 141   0,50   0,36%
  • IDXQ30 141   0,33   0,23%

Janji Manis Tarif China untuk Afrika Tak Berlaku di Afrika Selatan, Ini Gara-garanya!


Senin, 08 Desember 2025 / 05:33 WIB
Janji Manis Tarif China untuk Afrika Tak Berlaku di Afrika Selatan, Ini Gara-garanya!
ILUSTRASI. Afrika Selatan, mitra dagang terbesar Tiongkok di Benua Afrika, serta anggota lain dari Southern African Customs Union (SACU) menghadapi hambatan tak terduga untuk menikmati kebijakan tarif nol Beijing.


Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Afrika Selatan, mitra dagang terbesar Tiongkok di Benua Afrika, serta anggota lain dari Southern African Customs Union (SACU) menghadapi hambatan tak terduga untuk menikmati kebijakan tarif nol Beijing.

Penghalangnya adalah pengakuan diplomatik eSwatini terhadap Taiwan, yang membuat negara itu tidak masuk dalam skema preferensi tarif Tiongkok.

Informasi saja, eSwantini merupakan salah satu negara di Afrika. Letaknya di Afrika bagian selatan, terjepit di antara Afrika Selatan dan Mozambik.

Melansir South China Morning Post, perjanjian bea masuk SACU dinegosiasikan secara kolektif di antara lima negara anggota. Itu berarti tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati tarif preferensial secara sepihak.

Beijing memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, yang dapat disatukan kembali dengan kekuatan bersenjata bila diperlukan. Sebagian besar negara, termasuk AS dan seluruh Afrika, tidak mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat. Namun Washington menolak upaya penyatuan paksa dan berkomitmen memasok senjata ke Taiwan.

John Steenhuisen, Menteri Pertanian Afrika Selatan, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa akses bebas bea ke Tiongkok menjadi “cukup rumit” karena Afrika Selatan merupakan bagian dari SACU, bersama Botswana, Lesotho, dan Namibia.

Baca Juga: Pertama Sejak 2014! Bitcoin Anjlok Saat Wall Street Meroket, Ada Apa?

Kesepakatan SACU mencegah tiap anggota mengakses kesepakatan tarif nol Beijing secara terpisah. Karena eSwatini dikecualikan akibat hubungannya dengan Taiwan, maka seluruh anggota SACU ikut dikecualikan.

“Masih belum jelas bagaimana Afrika Selatan bisa menemukan jalan keluar dari perjanjian SACU,” ujar Steenhuisen.

South China Morning Post telah meminta komentar kepada Kementerian Perdagangan Afrika Selatan.

Pada Juni, Beijing mengumumkan kebijakan tarif nol untuk semua produk dari 53 negara Afrika—kecuali eSwatini. Kebijakan ini akan berlaku setelah negosiasi dan penandatanganan perjanjian ekonomi bilateral selesai dengan masing-masing negara.

Langkah tersebut dipandang sebagai respons terhadap tarif timbal balik pemerintahan Trump, yang melemahkan preferensi dagang Afrika di bawah African Growth and Opportunity Act (AGOA). AGOA berakhir pada 30 September.

Steenhuisen mengatakan, "Situasi ini memperlambat kami, dan terkadang membuat kami tidak bisa memanfaatkan peluang secara penuh.”

Baca Juga: Warning Bos Nvidia: AS Butuh 3 Tahun untuk Data Center, China Bangun RS dalam 1 Hari

Ia mengonfirmasi bahwa tinjauan terhadap SACU sedang berlangsung, baik di dalam komunitas 16 negara Southern African Development Community (SADC), maupun antara lima negara SACU.

Selain lima negara SACU, SADC mencakup Angola, Komoro, Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, Malawi, Mauritius, Mozambik, Seychelles, Tanzania, Zambia, dan Zimbabwe.

Steenhuisen menambahkan bahwa Departemen Perdagangan Afrika Selatan sedang melakukan negosiasi intensif untuk mencari jalan keluar agar Afrika Selatan dapat menikmati akses bebas bea ke pasar Tiongkok.

Tiongkok tetap menjadi mitra dagang penting, terutama untuk produk pertanian Afrika Selatan. Steenhuisen menyebut peluang besar untuk produk seperti buah batu, ceri, dan blueberry. Kebijakan tarif nol akan menjadi “game-changer untuk wine,” sehingga wine Afrika Selatan dapat bersaing lebih adil dengan Australia.

Dalam KTT G20 di Johannesburg bulan lalu, PM Tiongkok Li Qiang menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan Afrika Selatan demi menjaga sistem perdagangan multilateral dan mempercepat implementasi tarif nol untuk barang Afrika Selatan.

Menurut Lauren Johnston, peneliti hubungan Tiongkok–Afrika di AustChina Institute, pengecualian eSwatini ini mengingatkan pada sengketa Tiongkok–Lituania tahun 2021. Ketegangan muncul ketika Lituania mengizinkan pembukaan kantor perwakilan Taiwan dengan nama “Taiwanese,” bukan “Taipei.”

Baca Juga: Macron Ultimatum China: Siap Perang Dagang ala Eropa!

Uni Eropa tidak mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat dan mengikuti “kebijakan satu Tiongkok.”

Tiongkok memandang langkah Lituania sebagai pelanggaran, lalu menurunkan hubungan diplomatik.

“Namun Tiongkok tidak menghukum seluruh Uni Eropa, meskipun efek rantai pasokan berdampak ke luar Lituania,” kata Johnston.

Beijing juga dilaporkan menekan perusahaan multinasional, termasuk raksasa Jerman seperti Continental dan Bosch, agar memutus hubungan rantai pasokan dengan Lituania.

Hubungan kedua pihak masih tegang, meski pemerintahan baru Lituania berniat menormalisasi relasi dengan Beijing.

Johnston mengatakan porsi perdagangan eSwatini dalam SACU sangat kecil, sementara Afrika Selatan merupakan pusat regional penting untuk sektor perbankan, pertambangan, pendidikan, dan dialog politik dengan Tiongkok.

Namun ia menyoroti tantangan isolasi perdagangan eSwatini, karena menandai asal barang secara pasti akan sangat sulit.

Thandi Moraka, wakil menteri hubungan internasional Afrika Selatan, membela keputusan untuk tetap melibatkan eSwatini.

“Engagement berkelanjutan dengan eSwatini harus dilakukan melalui perspektif SADC,” ujarnya.

Tonton: Presiden Ingatkan Menteri dan Kepala Derah, Jangan Ada Korupsi Dana Bencana, Ditindak Sangat Keras

Moraka menambahkan SADC harus mendekati perdagangan dan investasi dengan semangat persatuan regional, memperingatkan bahwa tanpa koordinasi, negara anggota akan “terus saling merugikan.”

Ia mengatakan kerja kolektif sebagai blok sangat penting untuk memaksimalkan peluang yang ditawarkan Tiongkok kepada negara-negara Afrika.

Hingga tercapai kesepakatan formal, produk Afrika Selatan masih akan dikenakan tarif. Misalnya, wine dikenai bea 14–20%, sedangkan kacang makadamia terkena bea 12%.

Kesimpulan

Kebijakan tarif nol Tiongkok untuk Afrika tidak dapat dinikmati Afrika Selatan karena satu hal: SACU menegosiasikan tarif secara kolektif, dan eSwatini dikeluarkan dari kebijakan itu karena hubungan diplomatiknya dengan Taiwan. Akibatnya, seluruh anggota SACU, termasuk Afrika Selatan, ikut terblokir.

Afrika Selatan sangat dirugikan karena Tiongkok merupakan pasar penting bagi produk pertanian dan wine mereka. Pemerintah Afrika Selatan kini mencari solusi negosiasi agar bisa memperoleh akses bebas bea tanpa harus meninggalkan eSwatini atau melanggar kerangka SACU/SADC.

Isu ini mencerminkan bagaimana politik Taiwan–Tiongkok dapat menghambat manfaat ekonomi negara-negara Afrika, serta menunjukkan tantangan integrasi regional dalam menghadapi kebijakan dagang bilateral besar seperti milik Tiongkok.

Selanjutnya: Utang KUR Korban Banjir Sumatra akan Dihapus, Cek Angsuran KUR BRI untuk Modal usaha

Menarik Dibaca: 6 Film Tentang Adulthood Tampilkan Rumiitnya Kehidupan Dewasa




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×