Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Tiongkok tetap menjadi mitra dagang penting, terutama untuk produk pertanian Afrika Selatan. Steenhuisen menyebut peluang besar untuk produk seperti buah batu, ceri, dan blueberry. Kebijakan tarif nol akan menjadi “game-changer untuk wine,” sehingga wine Afrika Selatan dapat bersaing lebih adil dengan Australia.
Dalam KTT G20 di Johannesburg bulan lalu, PM Tiongkok Li Qiang menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan Afrika Selatan demi menjaga sistem perdagangan multilateral dan mempercepat implementasi tarif nol untuk barang Afrika Selatan.
Menurut Lauren Johnston, peneliti hubungan Tiongkok–Afrika di AustChina Institute, pengecualian eSwatini ini mengingatkan pada sengketa Tiongkok–Lituania tahun 2021. Ketegangan muncul ketika Lituania mengizinkan pembukaan kantor perwakilan Taiwan dengan nama “Taiwanese,” bukan “Taipei.”
Baca Juga: Macron Ultimatum China: Siap Perang Dagang ala Eropa!
Uni Eropa tidak mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat dan mengikuti “kebijakan satu Tiongkok.”
Tiongkok memandang langkah Lituania sebagai pelanggaran, lalu menurunkan hubungan diplomatik.
“Namun Tiongkok tidak menghukum seluruh Uni Eropa, meskipun efek rantai pasokan berdampak ke luar Lituania,” kata Johnston.
Beijing juga dilaporkan menekan perusahaan multinasional, termasuk raksasa Jerman seperti Continental dan Bosch, agar memutus hubungan rantai pasokan dengan Lituania.
Hubungan kedua pihak masih tegang, meski pemerintahan baru Lituania berniat menormalisasi relasi dengan Beijing.
Johnston mengatakan porsi perdagangan eSwatini dalam SACU sangat kecil, sementara Afrika Selatan merupakan pusat regional penting untuk sektor perbankan, pertambangan, pendidikan, dan dialog politik dengan Tiongkok.
Namun ia menyoroti tantangan isolasi perdagangan eSwatini, karena menandai asal barang secara pasti akan sangat sulit.
Thandi Moraka, wakil menteri hubungan internasional Afrika Selatan, membela keputusan untuk tetap melibatkan eSwatini.
“Engagement berkelanjutan dengan eSwatini harus dilakukan melalui perspektif SADC,” ujarnya.
Tonton: Presiden Ingatkan Menteri dan Kepala Derah, Jangan Ada Korupsi Dana Bencana, Ditindak Sangat Keras
Moraka menambahkan SADC harus mendekati perdagangan dan investasi dengan semangat persatuan regional, memperingatkan bahwa tanpa koordinasi, negara anggota akan “terus saling merugikan.”
Ia mengatakan kerja kolektif sebagai blok sangat penting untuk memaksimalkan peluang yang ditawarkan Tiongkok kepada negara-negara Afrika.
Hingga tercapai kesepakatan formal, produk Afrika Selatan masih akan dikenakan tarif. Misalnya, wine dikenai bea 14–20%, sedangkan kacang makadamia terkena bea 12%.
Kesimpulan
Kebijakan tarif nol Tiongkok untuk Afrika tidak dapat dinikmati Afrika Selatan karena satu hal: SACU menegosiasikan tarif secara kolektif, dan eSwatini dikeluarkan dari kebijakan itu karena hubungan diplomatiknya dengan Taiwan. Akibatnya, seluruh anggota SACU, termasuk Afrika Selatan, ikut terblokir.
Afrika Selatan sangat dirugikan karena Tiongkok merupakan pasar penting bagi produk pertanian dan wine mereka. Pemerintah Afrika Selatan kini mencari solusi negosiasi agar bisa memperoleh akses bebas bea tanpa harus meninggalkan eSwatini atau melanggar kerangka SACU/SADC.
Isu ini mencerminkan bagaimana politik Taiwan–Tiongkok dapat menghambat manfaat ekonomi negara-negara Afrika, serta menunjukkan tantangan integrasi regional dalam menghadapi kebijakan dagang bilateral besar seperti milik Tiongkok.













