kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Jepang kembali ke kebijakan era Depresi Besar


Senin, 04 Februari 2013 / 11:26 WIB
Jepang kembali ke kebijakan era Depresi Besar
ILUSTRASI. Logo PT Astra International Tbk ASII di puncak gedung?Menara Astra, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.


Sumber: Bloomberg |

TOKYO. Menteri Keuangan Jepang Taro Aso berkata bahwa pemerintah Jepang kini meniru langkah Menteri Keuangan Jepang di era depresi yaitu Korekiyo Takahashi. Takahashi dulu meminta Bank of Japan untuk menjaminkan surat utang pemerintah demi membiayai defisit belanja negara.

"Tak ada seorang pun di pemerintahan, birokrasi, atau BOJ yang punya pengalaman dalam kebijakan anti-deflasi. Kita hanya bisa belajar dari sejarah," kata Aso kemarin dalam wawancara di televisi NHK.

Menurut Pusat Riset Ekonomi Jepang, ketika menjabat di tahun 1932, Takahashi menambah belanja fiskal hingga 34%, melipatduakan penerbitan obligasi, dan memerintahkan BOJ menjamin surat utang pemerintah.

Kebijakan yang dikenal dengan istilah reflationary policy tersebut membantu Jepang mengakhiri deflasi dan mendorong pertumbuhan. Namun ketika Takahashi kemudian mengerem lagi belanja negara, ia mendapat musuh di kalangan militer. Takahashi dibunuh tahun 1936.

Pujian dan kritik

"Takahashi dengan brilian menyelamatkan Jepang dari Depresi Besar melalui kebijakan reflationary," kata Gubernur Federal Reserves Ben S. Bernanke dalam pidatonya tahun 2003.

Paket kebijakan Takahashi meliputi penambahan defisit fiskal, pelemahan mata uang, dan peningkatan stok uang. "Hasilnya adalah pertumbuhan tinggi dan inflasi lunak dalam lima tahun sejak 1933," tulis hasil riset Masato Shizume, ekonom yang bekerja di BOJ.

Di bawah inisiatif Takahashi, penjaminan surat utang oleh BOJ berjalan sampai 14 tahun hingga akhir Perang Dunia II. Rasio pembelian obligasi oleh BOJ memuncak di tahun 1933 sebesar 89,6%.

Namun, mantan GUbernur BOJ Masaaki Shirakawa pernah mengritisi langkah Takahashi. Menurutnya, jika BOJ mulai menjamin surat utang pemerintah, pada awalnya mungkin takkan ada masalah, namun ini akan menuju pada pencetakan uang tanpa batas, sehingga memicu inflasi tajam dan memukul hidup orang banyak. "Bank sentral mengambil langkah itu di tahun 1930-an karena pasar surat utang masih sangat belum berkembang," ujar Shirakawa.

Namun sekarang, BOJ telah mulai menjalankan kebijakan masa lalu itu. BOJ membeli
surat utang pemerintah di pasar sekunder dan memasukkannya dalam program pembelian aset senilai 76 triliun yen.

Risiko politik

Menyalin kebijakan moneter yang ekspansif dan keuangan pemerintah ala Takahashi berpeluang membantu Jepang melawan deflasi, kata Kepala Ekonom JP Morgan Securities Japan Co. Masaaki Kanno yang pernah bekerja di BOJ.

Namun, lanjut dia, nantinya akan sulit bagi pemerintah untuk mengetatkan lagi kebijakannya ketika ekonomi sudah tumbuh. Sebab, lobi-lobi kelompok kepentingan yang ingin belanja tetap dilonggarkan bakal marak.

"Jika hanya sekali selesai dan sementara saja, itu oke. Tapi jika pemerintah kehilangan disiplin fiskal, ini akan mengacaukan politik," ujarnya.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×