kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jika perang terjadi, Taiwan bisa saja kalahkan China, ini caranya


Senin, 10 Agustus 2020 / 15:30 WIB
Jika perang terjadi, Taiwan bisa saja kalahkan China, ini caranya
ILUSTRASI. Jika perang terjadi, Taiwan bisa saja kalahkan China


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Taipei. Kekhawatiran Taiwan terhadap China meningkat belakangan ini. Militer China secara masif menggelar latihan di perbatasan. Namun, bak Daud dan Goliath, Taiwan bisa saja memang berperang dengan China jika hal itu benar-benar terjadi.

Jika dibandingkan kekuatan militernya, China jelas bukan tandingan Taiwan. "Negeri Panda" memiliki jumlah tentara terbanyak di dunia, dan bujet militernya hanya bisa ditandingi Amerika Serikat ( AS). Sementara itu Taiwan dengan populasi penduduk 23 juta jiwa, perekonomian dan kekuatan militernya sangat kecil dibandingkan China, dan terus berada di bawah ancaman invasi.

Baca juga: Daftar 10 HP tercepat periode Juli 2020

Baru-baru ini ketegangan meningkat lagi dengan AS yang mengirim delegasinya ke Taipei, dan menjadi kunjungan tingkat tertinggi sejak Washington mengalihkan pengakuan diplomatik ke China pada 1979.

Lalu andaikata Taiwan dan China terlibat perang, bagaimana perbandingan kekuatan dua negara itu? Berikut prediksinya yang disarikan dari AFP Senin (10/8/2020).

1. Mengapa mereka bermusuhan?

Taiwan dan China berpisah pada 1949 ketika nasionalis Chiang Kai-shek melarikan diri ke pulau itu untuk membentuk pemerintahan otoriter yang terpisah, setelah kalah dalam perang saudara di China daratan melawan komunis Mao Zedong. Kedua pihak mengklaim mewakiliki China dan selama 30 tahun pertama, konflik tetap memanas.

China kerap menembaki pulau-pulau Taiwan yang dekat dengan daratan mereka. Kemudian dalam serangan terbesar pada 1958, Tentara Pembebasan Rakyat China menembakkan 470.000 peluru selama 44 hari, menewaskan 618 prajurit dan warga sipil.

Hingga akhir tahun 1970-an China masih membombardir pulau-pulau itu, meski telah dihujani dengan selebaran propaganda. Kemudian detente (peredaan ketegangan) terjadi, disusul kesepakatan diam-diam pada awal 1990-an di mana kedua pihak sepakat menjadi "satu China" tapi memiliki versinya masing-masing.

Sejak itu identitas Taiwan berubah dengan menjadi negara merdeka secara de facto, yang terpisah dari daratan China.

2. Di mana kelemahan Taiwan?

Dalam jumlah dana dan personel militer, jelas Taiwan sangat kerdil di hadapan China. Taiwan memiliki sekitar 215.000 tentara dan anggaran pertahanan sebesar 12 miliar dollar AS (Rp 176,8 triliun, kurs Rp 14.700/dollar AS).

Bandingkan dengan China, yang memiliki sekitar 2 juta personel dan didukung anggaran militer 178 miliar dollar AS (Rp 2,62 kuadriliun, kurs Rp 14.700/dollar AS). China juga memiliki senjata nuklir, dengan persenjataan mutakhir yang terus berkembang termasuk jet tempur canggih, dua kapal induk, dan banyak lagi yang sedang diproses.

Rudal mereka juga semakin banyak, beberapa di antaranya hipersonik yang ditempatkan di seberang Selat Taiwan, dan lebih dari 60 kapal selam termasuk kapal bertenaga nuklir.

Sementara itu sekitar 300 jet tempur Taiwan semuanya sudah beroperasi sejak 1990-an. Angkatan lautnya di atas kertas juga kalah telak dari China. Sebanyak dua dari empat kapal selam Taiwan sudah tua, dibuat pada 1940-an.

Baca juga: Tupperware promo Agustus 2020 spesial kotak bekal makanan, ada diskon 15%

3. Lalu di mana kekuatan Taiwan?

AFP memberitakan, kekuatan militer bukan jaminan kemenangan perang, seperti pemberontak yang berhasil membungkam pasukan NATO pimpinan AS di Afghanistan selama 20 tahun.

Jika perang lawan China, Taiwan tidak perlu mengimbanginya secara dana. Dengan banyaknya negara Barat yang semakin enggan menjual barang-barang militer secara besar-besaran ke Taiwan agar tidak memicu kemarahan Beijing, mereka bisa mengembangkan sendiri industri senjata dalam negeri yang dinamis dan inovatif.

Rudal bisa dibuat dengan harga relatif murah, dibandingkan China yang invasinya akan memakan biaya sangat tinggi.

4. Apa yang dikatakan China?

Beijing terus mengklaim wilayah Taiwan, dan berjanji suatu saat nanti akan merebutnya, dengan paksa jika perlu. Di bawah komando Presiden Xi Jinping, hasrat itu kian menggebu, terutama sejak Tsai Ing-wen terpilih jadi Presiden Taiwan pada 2016, yang menolak sistem "Satu China" dan memandang Taiwan sebagai negara berdaulat secara de facto.

Tahun lalu Xi berpidato dengan nada yang sangat agresif, memperingatkan bahwa reunifikasi Taiwan dengan China daratan "tidak bisa dihindari". Latihan militer digencarkan. Jet tempur China kerap terbang ke zona pertahanan Taiwan.

Para nasionalis garis keras menyebut Xi tertekan, karena Partai Komunis China tertampar atas kemerdekaan Taiwan. Meski kampanyenya penuh tekanan, Tsai Ing-wen menang pemilu lagi dengan telah awal tahun ini, untuk mengemban periode kedua masa jabatannya.

5. Apa peran AS?

AS terikat dengan Kongres untuk mempersenjatai Taiwan guna mempertahankan diri. "Negeri Paman Sam" mengakui Beijing sebagai pusat pemerintahan China, tetapi tidak secara pasti mengakui status Taiwan, dengan mengatakan setiap perubahan harus dicapai dengan damai.

Baca juga: Masih khawatir dengan Iran, negara-negara Arab minta PBB lakukan ini

Sejak pertengahan 1990-an untuk mendekati China, AS berhati-hati menjual persenjataan besar ke Taiwan, yang membuat Taipei frustrasi. Namun kondisi itu berubah kala AS dipimpin Presiden Donald Trump.

Ia telah menyetujui sejumlah kesepakatan besar, termasuk 66 pesawat tempur F-16 generasi berikutnya, dan upgrade rudal Patriot di pulau itu. Taiwan juga menjadi salah satu isu yang menghasilkan dukungan bipartisan di era Trump, dengan dua UU baru-baru ini yang meningkatkan hubungan diplomatik kedua negara.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Walau Kalah Kuat, Taiwan Bisa Menang Perang Lawan China dengan Cara Ini",


Penulis : Aditya Jaya Iswara
Editor : Aditya Jaya Iswara



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×