Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden AS Joe Biden pada hari Kamis (4/2/2021) menyatakan penghentian dukungan AS untuk kampanye militer yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Biden menuntut agar perang yang sudah berlangsung lebih dari enam tahun itu harus segera diakhiri.
Melansir Reuters, Biden juga menunjuk diplomat veteran AS Timothy Lenderking sebagai utusan khusus AS untuk Yaman dalam upaya meningkatkan diplomasi Amerika dalam mengakhiri perang di Yaman, perang yang telah menciptakan bencana kemanusiaan dan strategis.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menggambarkan Yaman sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia, dengan 80% penduduknya membutuhkan bantuan dan jutaan warga di ambang kelaparan skala besar.
"Perang ini harus diakhiri," kata presiden dari Partai Demokrat itu saat berkunjung ke Departemen Luar Negeri AS di Washington. "Dan untuk menggarisbawahi komitmen kami, kami mengakhiri semua dukungan Amerika untuk operasi ofensif dalam perang di Yaman, termasuk penjualan senjata yang relevan."
Baca Juga: Pemerintahan Biden hentikan penjualan senjata AS ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab
Langkah tersebut merupakan kebalikan dari kebijakan pemerintahan Obama dari Partai Demokrat dan Trump dari Partai Republik. Biden adalah wakil presiden dalam pemerintahan Obama.
“Pada saat yang sama, Arab Saudi menghadapi serangan rudal, serangan UAV (drone) dan ancaman lain dari pasukan yang disuplai Iran di banyak negara. Kami akan terus mendukung dan membantu Arab Saudi mempertahankan kedaulatannya dan integritas teritorialnya serta rakyatnya," kata Biden seperti yang dikutip Reuters.
Baca Juga: AS-UEA rampungkan kesepakatan pembelian jet tempur F-35 dan drone MQ-9 Reaper
Arab Saudi menyambut baik pernyataan Biden, terutama komitmennya terhadap pertahanan negara dan mengatasi ancaman terhadap negaranya, menurut kantor berita negara tersebut.
Koalisi militer yang dipimpin Saudi melakukan intervensi di Yaman pada 2015, mendukung pasukan pemerintah yang memerangi Houthi yang berpihak pada Iran. Pejabat PBB berusaha menghidupkan kembali pembicaraan damai untuk mengakhiri perang karena penderitaan negara juga diperburuk oleh krisis ekonomi, jatuhnya mata uang, dan pandemi Covid-19.