Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Kandidat presiden liberal Korea Selatan, Lee Jae-myung, pada Senin (26 Mei 2025) menyatakan bahwa ia akan mendorong pemulihan jalur komunikasi dengan Korea Utara jika terpilih, termasuk mengaktifkan kembali hotline militer antara kedua negara.
Pernyataan tersebut muncul menjelang pemilu presiden yang akan digelar pada 3 Juni mendatang, di mana Lee saat ini menjadi unggulan dalam berbagai survei opini publik.
Komunikasi antara Korea Selatan dan Korea Utara sebelumnya dilakukan melalui sejumlah hotline, namun sejak tahun 2023, Pyongyang menghentikan responsnya seiring memburuknya hubungan bilateral.
Komitmen Terhadap Hubungan dengan Korea Utara, AS, dan China
Dalam sebuah unggahan di Facebook, Lee mengatakan bahwa jika ia memimpin, ia akan mengelola hubungan dengan Tiongkok secara "stabil", seraya menyebut bahwa hubungan bilateral saat ini telah mencapai titik terburuk akibat kebijakan pemerintahan sebelumnya.
Baca Juga: Kinerja Bank Milik Investor Korea Selatan Kompak Cetak Keuntungan
Sementara itu, ia juga berkomitmen untuk mengembangkan hubungan Korea Selatan dan Amerika Serikat menjadi aliansi strategis yang komprehensif. Selain itu, Lee menegaskan pendekatan prinsipil terhadap isu-isu sejarah dan wilayah yang melibatkan Jepang, namun tetap akan memperkuat kerja sama trilateral antara Korea Selatan, AS, dan Jepang.
Reaksi dari Pesaing Konservatif
Tim penasihat dari kandidat konservatif Kim Moon-soo, pesaing utama Lee dalam pemilihan presiden, menyatakan bahwa banyak janji Lee yang sejatinya sejalan dengan visi Kim, terutama dalam hal penguatan aliansi dengan Washington dan keterbukaan terhadap dialog dengan Pyongyang.
Namun demikian, kritik tetap disuarakan oleh tokoh-tokoh dalam kubu Kim. Kim Gunn, mantan utusan khusus untuk isu nuklir dan kini penasihat kebijakan luar negeri Kim Moon-soo, menuduh Lee mengubah arah kebijakan demi menarik simpati pemilih moderat.
Baca Juga: Kampanye Calon Presiden Korea Selatan Dimulai, Para Kandidat Fokus pada Isu Ekonomi
“Jadi menurut saya, mengenai janji-janji yang disampaikan Tuan Lee, kita masih harus melihat apakah ia benar-benar dapat merealisasikannya,” ujar Kim Gunn dalam pertemuan dengan pers asing.
Senada dengan itu, Kim Hyungsuk, mantan wakil menteri unifikasi, juga menilai janji Lee tidak menyentuh ancaman serius terkait program nuklir Korea Utara, dan hanya berfokus pada keterlibatan kembali dengan negara tertutup tersebut.