Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Shanghai, kota terpadat di China, yang mengalami salah satu penguncian terlama dan paling keras di negara itu, pada Kamis menghapus kebutuhan tes COVID untuk memasuki restoran atau tempat hiburan.
Belum ada penyebutan kebijakan "nol-COVID" China dalam pengumuman baru-baru ini, menimbulkan kecurigaan bahwa istilah tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Pejabat tinggi juga telah melunakkan nada mereka tentang bahaya yang ditimbulkan oleh virus.
Namun, meski mengadopsi kontrol baru yang lebih longgar, beberapa kota mengimbau warga untuk tetap waspada.
Beberapa analis dan pakar medis mengatakan China tidak siap menghadapi lonjakan besar infeksi, sebagian karena tingkat vaksinasi yang rendah di antara kelompok masyarakat yang rentan dan sistem perawatan kesehatannya yang rapuh.
Di tengah laporan adanya pembelian panik dalam membeli obat demam, outlet berita keuangan Yicai, mengutip data pihak ketiga, mengatakan rata-rata volume penjualan harian alat uji rumahan telah meningkat lebih dari 400 kali lipat dari November.
Baca Juga: Pelonggaran Penanganan Covid-19 di China Telah Memicu Optimisme Kalangan Investor
"Itu (China) mungkin harus membayar penundaannya dalam merangkul pendekatan 'hidup dengan COVID'," kata analis Nomura dalam sebuah catatan pada hari Kamis.
Menurut Nomura, tingkat infeksi di China hanya sekitar 0,13%, jauh dari tingkat yang dibutuhkan untuk kekebalan kawanan.
Feng Zijian, mantan pejabat di Pusat Pengendalian Penyakit China, mengatakan kepada China Youth Daily bahwa hingga 60% populasi China dapat terinfeksi dalam gelombang skala besar pertama sebelum menjadi stabil.
"Pada akhirnya, sekitar 80%-90% orang akan terinfeksi," katanya.
Newsweek melaporkan, China mungkin akan menghadapi wabah skala besar dalam satu hingga dua bulan ke depan, yang mengutip pakar kesehatan.
Penghitungan China saat ini, dari 5.235 kematian terkait COVID adalah sebagian kecil dari populasinya yang berjumlah 1,4 miliar, dan sangat rendah menurut standar global.
Namun, meski menghadapi bahaya, bagi banyak orang ada penerimaan bahwa hidup harus terus berjalan.
"Tidak mungkin untuk membunuh virus ini sepenuhnya, mungkin hanya hidup dengan virus itu yang memungkinkan. Dan saya berharap itu akan berkembang menjadi flu," kata Yan, seorang warga Beijing berusia 22 tahun yang menganggur. Dia berharap, pembukaan lebih lanjut ekonomi China akan membantunya dalam mendapatkan pekerjaan.