Sumber: Reuters | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Bahkan sebelum data inflasi Amerika Serikat (AS) dirilis pada hari Rabu lebih tinggi dari perkiraan, para pejabat Federal Reserve sudah khawatir bahwa kebijakan moneter ketat dalam jangka waktu yang lebih lama mungkin diperlukan untuk mengendalikan laju kenaikan harga. Kekhawatiran ini terlihat dari risalah rapat The Fed bulan Maret, yang dirilis Rabu (10/4).
"Kebijakan suku bunga 5,25%-5,50% saat ini tidak seketat yang diinginkan, yang dapat menambah momentum pada permintaan agregat dan memberikan tekanan pada inflasi,” menurut sejumlah pejabat The Fed pada risalah rapat FOMC 19-20 Maret yang dirilis pada hari Rabu. Alasan ini merupakan logika yang dapat digunakan untuk mempertahankan kenaikan suku bunga.
Proyeksi yang dikeluarkan pada pertemuan tersebut menunjukkan tidak ada pembuat kebijakan yang memperkirakan suku bunga yang lebih tinggi. Sesi dua hari rapat The Fed berlangsung dalam konteks rekor harga saham yang tinggi dan penurunan suku bunga pasar.
Namun, komentar-komentar dalam risalah tersebut mencerminkan dinamika rumit yang dihadapi para pejabat The Fed. Para pengambil kebijakan memperdebatkan apakah risiko yang lebih besar adalah jika kebijakan moneter tetap terlalu ketat (suku bunga tinggi) dalam jangka waktu yang terlalu lama dan merusak perekonomian, atau jika bank sentral melakukan pelonggaran (menurunkan suku bunga) terlalu cepat dan gagal untuk mengembalikan inflasi ke target 2%.
Pada pertemuan bulan lalu, para pejabat bank sentral memproyeksikan penurunan suku bunga sebesar tiga perempat poin persentase (75 bps) tahun ini.
Baca Juga: Wall Street Melemah Tajam, Inflasi Tinggi Meredupkan Harapan Penurunan Suku Bunga AS
“Peserta secara umum mencatat ketidakpastian mereka mengenai berlanjutnya inflasi yang tinggi dan menyatakan pandangan bahwa data terbaru tidak meningkatkan keyakinan mereka bahwa inflasi bergerak turun secara berkelanjutan hingga 2%,” demikian isi risalah tersebut. Sentimen ini didukung oleh indeks harga konsumen (CPI) yang menunjukkan lonjakan inflasi yang mengejutkan.
Beberapa pejabat Fed terus berpendapat bahwa hal-hal penting seperti inflasi perumahan akan mulai melambat. Bbeberapa pejabat mengatakan bahwa peningkatan produktivitas dapat memungkinkan pertumbuhan tetap kuat sementara inflasi terus turun.
Banyak dari pejabat bank sentral mengatakan mereka terhambat dalam menilai bagaimana tren imigrasi saat ini akan mempengaruhi perekonomian. Tren imigrasi menjadi faktor yang diperhitungkan oleh staf Fed dalam memperkuat prospek pertumbuhan mereka tahun ini.
Namun risalah tersebut secara keseluruhan menunjukkan meningkatnya kekhawatiran The Fed mengenai status upaya melawan inflasi yang sudah siap dilakukan pada awal tahun ini.
Para peserta rapat FOMC mencatat indikator-indikator yang menunjukkan momentum ekonomi yang kuat dan angka inflasi yang mengecewakan dalam beberapa bulan terakhir. Tetapi mereka menegaskan kembali perlu kepercayaan yang lebih besar terhadap berlanjutnya disinflasi sebelum menurunkan suku bunga, kata risalah tersebut.
Baca Juga: Harga Emas Tergelincir dari Level Rekor Setelah Data Inflasi AS yang Panas
DATA INFLASI
The Fed telah menaikkan suku bunga kebijakannya total 5,25% sejak Maret 2022 untuk melawan lonjakan inflasi yang mencapai puncaknya pada bulan Juni tahun itu. Data CPI terbaru, semakin melemahkan kepastian penurunan inflasi.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa CPI meningkat ke 3,5% di secara tahunan bulan Maret dari 3,2% di bulan Februari. Inflasi inti yang tidak termasuk harga pangan dan energi stagnan di 3,8%.
Para pengambil kebijakan The Fed sedang memperdebatkan kapan harus menurunkan suku bunga acuan bank sentral dari kisaran saat ini. Suku bunga acuan bertahan d level 5,25%-5,50% sejak Juli lalu. Rapat The Fed berikutnya pada 30 April-1 Mei.
Setelah rilis data CPI, investor mengalihkan pertaruhan mereka mengenai waktu penurunan suku bunga awal ke bulan September dari prediksi sebelumnya di bulan Juni.
Risalah tersebut juga menunjukkan sebagian besar pejabat Fed menilai akan lebih bijaksana untuk memperlambat limpasan kepemilikan besar-besaran obligasi US Treasury dan efek berbasis aset KPR oleh bank sentral dalam waktu dekat.