Sumber: Nikkei | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Negara-negara Group of Seven alias G7 mendesak pengawas keuangan internasional untuk menciptakan sistem pengawasan mata uang kripto yang lebih ketat. G7 mulai melihat adanya potensi besar penggunaan kripto untuk pencucian uang dan penghindaran sanksi.
Dilansir dari Nikkei Asia, para menteri keuangan G7 akan meminta Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF) untuk mengeksplorasi masalah ini dan mempertimbangkan kemungkinan tindakan pencegahan.
Rencana itu disampaikan para menteri pada pertemuan tiga hari di Jepang yang dimulai hari Kamis (11/5).
Baca Juga: Kinerja Stablecoin Diperkirakan Masih Belum Pasti di Tahun 2023
FATF merupakan badan antar pemerintah yang menetapkan standar peraturan untuk mengekang pencucian uang dan pendanaan teroris. Untuk saat ini FATF merekomendasikan agar pemantauan kripto dilakukan oleh penyedia layanan kripto.
Kekhawatiran G7 muncul saat otoritas keuangan mulai memberi peringatan tentang penyebaran mata uang kripto yang sangat cepat, bahkan di negara-negara berkembang.
Transaksi mata uang kripto peer-to-peer dilaporkan telah digunakan dalam perdagangan narkoba dan pencucian uang.
Baca Juga: Analis: Jika AS Gagal Bayar, Harga Bitcoin Bisa Melompat hampir 70%
Menurut perusahaan riset Chainalysis,jumlah mata uang kripto yang dikirim oleh rekening yang dianggap ilegal melonjak 68% tahun lalu menjadi US$23,8 miliar.
Transaksi peer-to-peer sangat banyak, dan memantaunya merupakan tantangan dari perspektif privasi. Atas dasar itu, para anggota G7 menilai adanya kontrol yang efektif sebagai suatu keharusan.
Di sisi lain, regulator dan perusahaan dapat menghadapi perjuangan berat dalam mengimplementasikannya. Rekomendasi FATF sebelumnya berpusat pada aturan yang mengharuskan perusahaan kripto mencatat informasi pribadi pengirim dan penerima.