Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Thailand dan Kamboja sepakat untuk memberlakukan gencatan senjata permanen dalam pertemuan tingkat tinggi pertahanan yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (7/8/2025).
Kesepakatan ini menyusul konflik perbatasan selama lima hari yang menewaskan sedikitnya 43 orang dan memaksa lebih dari 300.000 warga mengungsi dari kedua sisi perbatasan.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri Pertahanan Kamboja, Tea Seiha, dan Penjabat Menteri Pertahanan Thailand, Nattaphon Narkphanit.
Baca Juga: Thailand-Kamboja Sepakat Gencatan Senjata Mulai Selasa Dini Hari
Keduanya dijadwalkan bertemu di Markas Besar Angkatan Bersenjata Malaysia untuk merumuskan pedoman penyelesaian sengketa perbatasan serta langkah-langkah membangun kembali kepercayaan antara pasukan militer kedua negara.
“Kesepakatan mencakup mekanisme gencatan senjata jangka panjang, pengurangan ketegangan, serta perlindungan terhadap warga sipil,” ujar Nattaphon dalam pernyataan tertulis sebelum pertemuan.
Rangkaian perundingan ini berlangsung selama empat hari, dengan tiga hari pertama melibatkan pejabat senior dari kedua negara. Proses finalisasi kesepakatan dijadwalkan dilakukan pada hari keempat, dengan kehadiran pengamat dari Tiongkok dan Amerika Serikat.
Pertempuran terbaru ini merupakan yang terburuk dalam lebih dari satu dekade, melibatkan baku tembak artileri dan serangan udara oleh jet tempur.
Baca Juga: Dampak Perang Thailand-Kamboja untuk Indonesia, Gangguan Judol Berkurang?
Upaya diplomatik oleh Malaysia selaku Ketua ASEAN dan China sebelumnya gagal meredam konflik.
Para pemimpin Thailand dan Kamboja baru menyepakati perundingan setelah Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, menyampaikan bahwa negosiasi tarif dengan kedua negara tidak akan dilanjutkan tanpa adanya perdamaian, demikian laporan eksklusif Reuters.
Sengketa perbatasan antara kedua negara telah berlangsung selama puluhan tahun, berakar pada garis batas sepanjang 817 kilometer yang pertama kali dipetakan oleh kolonial Prancis pada 1907.