kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.250.000   11.000   0,49%
  • USD/IDR 16.640   37,00   0,22%
  • IDX 8.140   21,59   0,27%
  • KOMPAS100 1.116   -2,74   -0,25%
  • LQ45 782   -2,78   -0,35%
  • ISSI 287   0,98   0,34%
  • IDX30 411   -1,53   -0,37%
  • IDXHIDIV20 463   -3,28   -0,70%
  • IDX80 123   0,03   0,02%
  • IDXV30 133   -0,26   -0,19%
  • IDXQ30 129   -0,89   -0,69%

Ketidakpastian Tinggi, Properti Komersial di Asia Pasifik Tetap Mampu Bertumbuh


Senin, 06 Oktober 2025 / 16:07 WIB
Ketidakpastian Tinggi, Properti Komersial di Asia Pasifik Tetap Mampu Bertumbuh
ILUSTRASI. Tokyo Skytree, Japan's tallest structure, marks the 10th anniversary of its opening on Sunday, May 22, 2022 in Tokyo, Japan. (Photo by Masahiro Tsurugi/AFLO) 


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data dan analisa konsultan properti global JLL,  di kuartal II 2025, investasi real estat komersial di Asia Pasifik naik 15% secara tahunan (yoy) menjadi US$ 31,2 miliar.

Secara kumulatif, total investasi sepanjang separuh pertama 2025 mencapai US$ 67,6 miliar, tumbuh 17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini  saat sentimen pasar masih berhati-hati akibat ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut.

Korea Selatan mencatat pertumbuhan investasi yoy tertinggi di Asia Pasifik, dengan kenaikan 72% pada kuartal dua 2025 menjadi US$ 6 miliar. Akumulasi investasi yoy semester pertama pun menguat 64% menjadi US$ 12,8 miliar.

Pendorong lonjakan ini adalah sektor perkantoran yang menyumbang 77% dari total volume pasar. Banyak pemilik aset melepas properti sebelum potensi kelebihan pasokan (oversupply) di kawasan pusat bisnis terjadi.

Pasar hotel juga aktif dengan sejumlah transaksi seiring para pemilik memanfaatkan kinerja yang membaik untuk menjual di harga premium.

Jepang tetap menjadi pasar dengan kinerja terkuat di kawasan, mencatat investasi real estat komersial sebesar US$ 7,6 miliar pada kuartal dua 2025, naik 31% yoy. lnvestasi semester pertama mencapai US$ 21,3 miliar, tumbuh 23% ketimbang semester I 2024.

Sektor perkantoran mendominasi dengan dukungan investor domestik. Sementara sektor hunian mencapai level tertinggi sejak kuartal I 2022 berkat minat besar dari J-REITs dan investor global seperti Warburg Pincus, Aberdeen, dan CapitaLand pada aset hunian multifamily.

Baca Juga: Pusat Perbelanjaan Jakarta Melambat, Wilayah Bodetabek Jadi Tujuan Ekspansi

Di tengah ketegangan tarif yang masih berlangsung, investor lebih cermat memantau fundamental pasar dan kualitas penyewa. Menurut survei JLL terhadap 75 investor di Asia Pasifik, sektor industri dan logistik, energi dan infrastruktur, serta ritel dianggap paling rentan terhadap risiko geopolitik dalam lima tahun mendatang. Sebaliknya, sektor hunian, life sciences, dan kesehatan dinilai lebih terlindungi karena ditopang oleh permintaan domestik.

Meski investor menghadapi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, real estate komersial Asia Pasifik terus menarik investor global. Hal ini menunjukkan kekuatan fundamental kawasan dan resilience untuk sektor ini,” ujar Stuart Crow, CEO Asia Pacific Capital Markets, JLL, dalam rilis ke Kontan.co.id, Minggu (5/10).

Sedangkan pasar real estat komersial Indonesia tetap menarik minat investasi pada kuartal dua 2025, khususnya di sektor manufaktur dan industri.

"Terlepas dari tantangan ekonomi global, kami melihat permintaan domestik yang solid serta penempatan modal internasional yang selektif, menempatkan Indonesia sebagai salah satu destinasi investasi utama di Asia Tenggara yang terus berkembang,” ujar Farazia Basarah, Country Head, JLL Indonesia.

Di sisi lain, investasi dari investor private wealth (kekayaan pribadi) pada kuartal dua 2025 meningkat 32% yoy menjadi US$ 4,7 miliar. Perkantoran tetap menjadi kelas aset yang paling diminati, menyumbang 45% dari seluruh transaksi. Angka ini naik tajam dibandingkan kuartal dua 2024, yang hanya mencatat 28% transaksi. Ritel bertahan di posisi kedua, dengan porsi 26% dari total transaksi di kuartal dua 2025.

“Bank-bank sentral di kawasan ini terus melanjutkan siklus penurunan suku bunga, dan kami melihat biaya utang yang semakin rendah, menciptakan iklim transaksi lebih kondusif yang mendorong aktivitas investasi,” ujar Pamela Ambler, Head of Investor Intelligence, Asia PacifikJLL.

Namun, investor kini memperhitungkan skenario pertumbuhan yang lebih lambat dengan asumsi tarif akan tetap berlaku. Hal ini membuat proses transaksi memerlukan waktu lebih panjang dan adanya ketentuan kontinjensi.

"Pasar seperti Korea Selatan dan Jepang terus menunjukkan ketahanan, dan investor yang mencari pertumbuhan jangka panjang masih dapat menemukan peluang di tengah dinamika ini," ujar Pamela. 

Selanjutnya: Dibayangi Sentimen Nilai Tukar, Simak Rekomendasi Saham Kalbe Farma (KLBF)

Menarik Dibaca: 10 Penekan Nafsu Makan Alami yang Bantu Turunkan Berat Badan Anda


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×