Sumber: TheIndependent.co.uk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korea Utara mengalami bencana alam yang parah pada bulan Juli yang lalu, ketika banjir dan longsor melanda Provinsi Chagang.
Kejadian ini tidak hanya mengakibatkan korban jiwa yang sangat tinggi, yakni lebih dari 4.000 orang, tetapi juga menyebabkan kerusakan infrastruktur yang signifikan. Lebih dari 15.000 orang terpaksa mengungsi akibat bencana tersebut.
Menurut laporan berita dari Korea Utara, banjir tersebut mengakibatkan kerusakan meluas di kota Sinuiju dan Uiju, yang terletak di barat laut negara tersebut. Lebih dari 4.100 rumah, 7.410 hektar lahan pertanian, serta berbagai jalan, bangunan, dan jalur kereta api terkena dampak.
Baca Juga: Rusia Izinkan Impor Bir dari Korea Utara
Eksekusi Pejabat: Tindakan dan Alasan
Setelah bencana, pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, memerintahkan tindakan tegas terhadap pejabat yang dianggap bertanggung jawab atas penanganan krisis yang buruk.
Laporan dari kantor berita TV Chosun mengungkapkan bahwa sekitar 30 pejabat dieksekusi pada akhir bulan lalu. Pejabat-pejabat ini didakwa dengan tuduhan korupsi dan kelalaian tugas. Keputusan ini diambil untuk menunjukkan sanksi keras terhadap kegagalan dalam menangani bencana yang telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan kerusakan besar.
Namun, laporan ini tidak dapat diverifikasi secara independen, sehingga keakuratannya masih menjadi pertanyaan.
Respon Pemerintah dan Upaya Rekonstruksi
Kim Jong-un menolak bantuan internasional setelah bencana, memilih untuk meminta pejabat lokal memindahkan ribuan pengungsi ke ibu kota Pyongyang.
Baca Juga: Atlet Tenis Meja Korut Terancam Dihukum Setelah Selfie dengan Lawannya dari Korsel
Di Pyongyang, pemerintah berencana memberikan perawatan dan dukungan yang lebih baik kepada para pengungsi, dengan upaya rekonstruksi yang diperkirakan akan memakan waktu dua hingga tiga bulan. Selama periode ini, pemerintah Korea Utara berencana untuk menyediakan fasilitas bagi sekitar 15.400 orang yang rentan.
Selain itu, Kim Jong-un juga memberhentikan seorang pejabat senior, Kang Bong-hoon, dari posisinya sebagai Sekretaris Komite Partai Provinsi Chagang.
Eksekusi Publik dan Dampaknya
Korea Utara memiliki sejarah eksekusi publik yang panjang, dengan rata-rata sekitar 10 eksekusi terjadi setiap tahunnya sebelum pandemi Covid-19. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi sekitar 100 atau lebih sejak pandemi. Eksekusi publik sering kali dilakukan untuk menakut-nakuti dan mengendalikan populasi.
Cheong Seong-chang, direktur Departemen Studi Strategi Reunifikasi di Sejong Institute, menyatakan bahwa eksekusi publik di Korea Utara terjadi cukup sering dan mencakup berbagai kasus, mulai dari kejahatan berat, penyelundupan obat, hingga individu yang terlibat dalam produksi dan penjualan konten terlarang seperti drama Korea Selatan.
Baca Juga: 6 Hal yang Tak Boleh Anda Lakukan di Korea Utara, Bisa Masuk Kamp Kerja Paksa!
Laporan Hak Asasi Manusia dan Kebutuhan Internasional
Laporan Hak Asasi Manusia Korea Utara 2023, yang disusun berdasarkan kesaksian 508 pembelot, mengungkapkan pola pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan kondisi hidup yang brutal yang dialami oleh warga negara.
Laporan tersebut mencatat bahwa eksekusi sering dilakukan di depan umum, memaksa warga untuk hadir sebagai bentuk intimidasi.
Julie Turner, utusan khusus AS untuk hak asasi manusia di Korea Utara, menegaskan pentingnya komunitas internasional untuk bersatu dalam mengekspos pelanggaran berat rezim tersebut dan menerapkan perubahan nyata untuk meningkatkan kehidupan rakyat Korea Utara.