Sumber: Fortune,Yahoo Finance | Editor: Noverius Laoli
Bloomberg mengaku pemecatan itu menyakitkan, namun tidak membiarkan pengalaman itu menghancurkan kariernya.
Ia menekankan pentingnya bangkit dari kegagalan. “Ketika jatuh, Anda harus bangkit, membersihkan diri, dan melanjutkan hidup. Saya tidak pernah suka melihat ke belakang. Masa lalu tidak bisa diubah, jadi untuk apa diratapi?” katanya.
Selain itu, pengalaman tersebut membentuk filosofi Bloomberg dalam menjalankan bisnis dan filantropi. Ia belajar bahwa kesuksesan tidak selalu bisa direncanakan secara sempurna dan fleksibilitas sangat diperlukan.
Baca Juga: Prabowo Temui Bos Bloomberg, Bahas Investasi Energi Bersih
“Saya sangat mencintai pekerjaan di Salomon dan mungkin bisa menghabiskan seluruh karier saya di sana. Tidak apa-apa membuat rencana, tapi jangan sampai rencana menghalangi tindakan,” ujarnya.
Bloomberg juga menekankan pentingnya loyalitas dan penghargaan terhadap pekerja. Di perusahaannya, ia memberi penghargaan berupa patung kecil bagi karyawan yang mencapai masa kerja tertentu.
Dengan lebih dari 26.000 karyawan yang rata-rata bertahan 7,8 tahun, Bloomberg berhasil menciptakan budaya kerja yang kolaboratif dan menghargai setiap individu, dari yang baru hingga pimpinan senior.
“Pengalaman itu membuat saya menghargai loyalitas dan kerja keras. Budaya ini yang membuat karyawan bertahan lama karena kami terus berinvestasi pada mereka dan memberikan peluang berkembang,” ujarnya.
Baca Juga: PM Jepang Shigeru Ishiba Mengundurkan Diri Setelah Kalah Telak Dalam Pemilu
Dengan pengalaman pahit yang berujung pada kesuksesan besar, kisah Bloomberg menjadi inspirasi bagi banyak profesional: kegagalan bukanlah akhir, melainkan awal dari peluang baru.