Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - KIEV. Hubungan Rusia dengan Ukraina memanas lagi. Bahkan Ukraina memberlakukan darurat militer selama 30 hari di beberapa bagian negara yang paling rentan terhadap serangan dari Rusia setelah Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengingatkan ancaman "sangat serius" dari invasi darat Rusia.
Poroshenko seperti dikutip Reuters mengatakan, darurat militer diperlukan untuk memperkuat pertahanan Ukraina setelah Rusia menyita tiga kapal angkatan laut Ukraina dan menahan awak kapal di akhir pekan lalu.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan, dia tidak suka apa yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Ia meminta para pemimpin Eropa meredam situasi panas tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyebut perampasan Rusia atas kapal Ukraina sebagai eskalasi berbahaya dan pelanggaran hukum internasional. Pompeo menyerukan kedua negara tersebut untuk menahan diri.
“AS mengutuk tindakan agresif Rusia ini. Kami menyerukan kepada Rusia untuk menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina,” kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.
Ketegangan Rusia dengan Ukraina membuat para investor pasar keuangan cemas. Alhasil, mata uang rubel Rusia melemah 1,4% terhadap dollar AS pada Senin (26/11). Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak 9 November 2018. Sementara obligasi dollar Rusia jatuh akibat sentimen ini.
Reuters melaporkan, pasar sangat sensitif terhadap apa pun yang dapat memicu sanksi baru dari Barat atas Rusia karena bakal melemahkan ekonomi Negeri Beruang Merah tersebut. Ditambah lagi, penurunan harga minyak yang merupakan sumber pendapatan terbesar Rusia, telah membuat ekonomi negeri tersebut lebih rentan.
Bukan kali ini saja, dua negara bertetangga itu terlibat konfrontasi. Hubungan Ukraina dengan Rusia masih belum pulih pasca aneksasi wilayah Krimea oleh Rusia dari Ukraina di tahun 2014 silam. Rusia juga menyatakan dukungannya atas pemberontakan pro Rusia di Ukraina timur.
Sanksi baru
Krisis terbaru ini dikhawatirkan akan mendorong kedua negara tersebut menuju konflik terbuka. “Rusia telah mengobarkan perang hibrida melawan Ukraina untuk tahun kelima. Tapi dengan serangan terhadap kapal militer Ukraina itu, pindah ke tahap baru agresi,” kata Poroshenko.
Negara-negara Barat sendiri berada dipihak Ukraina. Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg menawarkan dukungan penuh untuk integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina. Ukraina sendiri bukan anggota NATO meskipun ingin menjadi anggota.
Utusan AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nikki Haley mengatakan, tindakan Rusia merupakan pelanggaran terhadap wilayah Ukraina dan sanksi terhadap Rusia akan tetap berlaku.
Uni Eropa, Inggris, Prancis, Polandia, Denmark, dan Kanada semuanya mengutuk agresi Rusia tersebut. Kanselir Jerman Angela Merkel menekankan perlunya dialog.
Sementara Kementerian Luar Negeri Rusia menyalahkan Ukraina atas krisis tersebut. Rusia menuding Ukraina telah melakukan provokasi.
"Jelas provokasi yang dipikirkan dan direncanakan tersebut bertujuan memicu sumber ketegangan lain di kawasan itu untuk menciptakan dalih yakni meningkatkan sanksi terhadap Rusia," tulis Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters.