Sumber: CNBC | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Ketegangan yang meningkat antara China dan Jepang kembali menimbulkan ketidakpastian bagi bisnis, kali ini dengan batalnya sejumlah konser artis Jepang di daratan China.
Hanya beberapa jam sebelum penampilan grup jazz Jepang, The Blend, di Beijing pada Kamis malam, seorang petugas berpakaian preman memasuki klub musik DDC saat sesi sound check.
“Pemilik live house datang kepada saya dan berkata: ‘Polisi mengatakan konser malam ini dibatalkan. Tidak ada diskusi,’” ujar Christian Petersen-Clausen, agen musik yang telah menyelenggarakan lebih dari 70 konser di China dalam 12 bulan terakhir dilansir dari laman Cnbc, Senin (24/11/2025).
“Sekarang semua yang berbau Jepang dibatalkan,” tambahnya.
Baca Juga: Gerakan Boikot JP Morgan Menguat Setelah Strategy Terancam Keluar dari Index MSCI
Petersen-Clausen menekankan bahwa dia telah menghabiskan enam bulan untuk mendapatkan persetujuan sensor China agar The Blend bisa tampil.
Konser The Blend akhirnya dibatalkan karena force majeure, dan penonton akan mendapatkan pengembalian tiket secara otomatis.
Sebelumnya, konser penyanyi Jepang Kokia pada Rabu malam juga dibatalkan dengan alasan masalah teknis.
Pembatalan ini diduga terkait dengan komentar Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, pada 7 November yang menyatakan Tokyo akan mendukung Taiwan jika mendapat ancaman serius dari militer Beijing.
China mengklaim kedaulatan atas Taiwan, yang menolak klaim tersebut dan menegaskan hanya rakyatnya yang dapat menentukan masa depan pulau itu.
“Kecepatan dan skala reaksi Beijing cukup belum pernah terjadi sebelumnya,” kata George Chen, mitra The Asia Group, konsultan kebijakan bisnis di Washington, D.C.
Ia menambahkan bahwa risiko terbesar bagi merek Jepang di China adalah boikot nasional, meski sejauh ini tanda-tanda tersebut masih terbatas.
Dua kementerian China pekan lalu mulai memperingatkan warganya untuk tidak bepergian atau belajar di Jepang.
Baca Juga: AC Milan dan Maignan Gagalkan Inter ke Puncak dengan Kemenangan 1-0 di Derby
Kementerian Perdagangan China juga mengancam akan mengambil tindakan balasan jika Jepang “tetap pada jalur yang salah.”
Turis asal China menjadi kelompok terbesar pengunjung asing ke Jepang tahun ini, dan Nomura memperkirakan ketegangan bilateral bisa memangkas PDB Jepang hingga 0,29%.
Kebijakan yang Tidak Pasti
Hingga kini, tidak ada larangan resmi untuk konser Jepang. Tidak ada kementerian yang merilis kebijakan publik, membuat bisnis kesulitan merencanakan kegiatan.
Petersen-Clausen menyebutkan bahwa konser lain di Shanghai pada Rabu berlangsung lancar, namun tidak ada jaminan konser Sabtu akan tetap digelar.
Selain musik, sektor film pun terdampak. Tayang lokal film animasi Jepang seperti Crayon Shinchan dan Cells at Work ditunda, menurut Xinhua, dengan alasan minat penonton China menurun.
“Kebijakan semacam ini bisa memicu persepsi bahwa Beijing bereaksi berlebihan, yang dapat memperkuat sentimen anti-China di Jepang,” tulis analis Teneo.
Jika ketegangan berlanjut, langkah tambahan bisa berupa hambatan baru terhadap impor Jepang dengan alasan investigasi perdagangan atau keamanan produk.
Baca Juga: Hat-trick Eze Bawa Arsenal Unggul Enam Poin di Puncak Premier League
Musik Jadi Target Awal
Penampilan internasional seringkali menjadi yang pertama terdampak oleh sengketa geopolitik. Setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, beberapa venue di AS dan Inggris membatalkan penampilan artis yang dianggap mendukung Presiden Putin.
China juga membatasi konser K-pop besar selama hampir satu dekade untuk memprotes sistem misil baru, meski kini ada indikasi kegiatan itu bisa kembali.
Petersen-Clausen menyebut ketidakpastian ini merugikan bisnis: “Musisi asing menolak booking karena tidak yakin konser akan benar-benar berlangsung. China dianggap terkadang tidak stabil, dan itu masalah bagi kami jika ingin mendorong pertukaran antar-orang.”
Ia menambahkan, tanpa stabilitas dan kepastian, risiko bisnis yang harus diungkapkan kepada investor menjadi signifikan.
Meskipun konser Taylor Swift senilai US$2 miliar Eras Tour tidak termasuk China, Mariah Carey dan Black Eyed Peas tampil di daratan China tahun ini.
Baca Juga: Pertama Kalinya dalam Sejarah: Rusia Jual Emas Cadangan Demi Stabilkan Rubel
Namun prioritas pemerintah tetap pada kepentingan politik, dan musik serta seni sering menjadi alat diplomasi atau tekanan.
“Debat semacam ini merusak kepercayaan, yang semakin sulit dibangun kembali di kedua belah pihak. Kita melihat fenomena ini di banyak hubungan bilateral di seluruh dunia,” kata James Zimmerman, pengacara di Beijing dan mantan ketua Kamar Dagang Amerika di China.













