Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Kecurigaan dunia Barat terhadap kedekatan hubungan Rusia dan Korea Utara masih berlanjut. Kali ini, Korea Utara dituding siap memasok rudal balistik ke Rusia demi keperluan perang di Ukraina.
Kepala Conflict Armament Research, Jonah Leff, memprediksi Korea Utara dapat memproduksi rudal balistik dan memasoknya ke Rusia untuk digunakan melawan Ukraina dalam hitungan bulan.
Di hadapan Dewan Keamanan PBB hari Rabu (18/12), Leff mengklaim para penelitinya telah memeriksa bukti-bukti yang ada di lapangan untuk memperkuat dugaan, termasuk serpihan rudal yang ditemukan di Ukraina pada bulan Juli dan Agustus lalu.
Baca Juga: Kim Jong Un Sebut Perilaku Agresif AS Bisa Memicu Perang Nuklir
"Ini adalah bukti publik pertama yang menunjukkan rudal diproduksi di Korea Utara dan kemudian digunakan di Ukraina dalam hitungan bulan, bukan tahun," kata Leff, dikutip AP.
Ini bukan kali pertama Leff melaporkan keterlibatan rudal balistik Korea Utara dalam perang Ukraina. Pada bulan Juni lalu, Leff mengatakan bahwa organisasi yang dipimpinnya menetapkan bahwa sisa-sisa rudal balistik yang ditemukan di Ukraina awal tahun ini berasal dari rudal yang diproduksi di Korea Utara.
Conflict Armament Research merupakan organisasi yang berbasis di Inggris. Berdiri sejak 2011, organisasi ini mendokumentasikan dan melacak senjata yang digunakan dalam konflik guna membantu pemerintah dalam melawan pengalihan dan proliferasi.
Mereka telah secara khusus memantau perang di Ukraina sejak tahun 2018.
Baca Juga: 500 Tentara Korea Utara Dilaporkan Tewas dalam Pertempuran di Ukraina
Rudal Balistik Korea Utara di Perang Ukraina
Conflict Armament Research mengonfirmasi penggunaan terus-menerus rudal balistik Korea Utara yang baru diproduksi selama perang di Ukraina.
Organisasi ini mengatakan bahwa penemuan tanda produksi 2024 pada satu rudal mengungkap periode yang sangat singkat antara produksi, pengiriman, dan penggunaan.
Leff juga meyakinkan bahwa keberadaan komponen rudal yang baru tidak diproduksi di Korea Utara, beberapa di antaranya memiliki tanda produksi tahun 2023.
Menurutnya, bukti itu mengilustrasikan jaringan akuisisi Korea Utara yang kuat untuk program rudal balistiknya, meskipun ada sanksi PBB yang melarang transfer material ini untuk keperluan militer.
Baca Juga: Bertekad Hentikan Perang Lewat Diplomasi, Zelenskyy: Tentara Kami Sudah Tidak Mampu
Kedekatan Hubungan Rusia-Korea Utara
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menolak kehadiran Leff dalam rapat dewan yang dipimpin oleh Duta Besar AS, Linda Thomas-Greenfield.
Nebenzia melihat bahwa Leff tidak bekerja secara independen dan berbicara untuk mewakili NATO dan Uni Eropa. Dirinya juga menuduh Thomas-Greenfield melanggar praktik Dewan Keamanan dan mempolitisasi pertemuan.
Sementara itu, Duta Besar Korea Utara untuk PBB, Kim Song, menegaskan bahwa hubungannya dengan Rusia adalah wujud kontribusi positif bagi perdamaian dan keamanan internasional dan tidak dapat dikritik sama sekali.
Kim juga menuduh AS dan sekutunya telah dengan sengaja memicu konfrontasi dan perselisihan antarnegara dengan melakukan intervensi militer di seluruh dunia, termasuk dengan terus memberikan bantuan militer senilai miliaran dolar kepada Ukraina.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, berjanji negaranya akan selalu mendukung perang Rusia di Ukraina ketika ia bertemu dengan kepala pertahanan Rusia pada akhir November lalu.