kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.515.000   10.000   0,66%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Korea Utara: Perang di Semenanjung Korea Hanya Tinggal Masalah Waktu


Senin, 04 Desember 2023 / 08:09 WIB
Korea Utara: Perang di Semenanjung Korea Hanya Tinggal Masalah Waktu
ILUSTRASI. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menghadiri pertemuan Komisi Militer Pusat ke-8 Partai Buruh Korea di Pyongyang, Korea Utara, 9 Agustus 2023. KCNA melalui REUTERS


Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - Korea Utara secara terbuka pada hari Minggu (3/12) menyampaikan keyakinannya akan potensi perang di Semenanjung Korea. Pyongyang merasa bentrokan hanya masalah waktu.

Keyakinan itu disampaikan oleh pengamat militer Korea Utara dalam sebuah artikel yang dimuat oleh media resmi mereka, KCNA. Korea Utara menyalahkan tetangganya atas penarikan diri dari Perjanjian Militer Komprehensif tahun 2018.

Perjanjian tersebut pada dasarnya menuntut dua Korea untuk menyerukan serangkaian tindakan militer yang dapat mengurangi ketegangan di sepanjang perbatasan. Korea Selatan menangguhkan sebagian perjanjian tersebut sebagai protes atas peluncuran satelit mata-mata Korea Utara.

Korea Utara kemudian ikut menarik diri dari perjanjian tersebut dan sejak itu memulihkan pos-pos penjagaan dan membawa senjata api berat di sepanjang perbatasan.

Baca Juga: Kim Jong Un Minta Kemampuan Tempur Udara Korea Utara Segera Diperkuat

"Bentrokan fisik dan perang hanya tinggal menunggu waktu saja di Semenanjung Korea. Korea Selatan akan menghadapi kehancuran total jika melakukan tindakan permusuhan," kata pengamat di Pyongyang.

Tidak hanya itu, para pengamat juga menegaskan kembali bahwa perjanjian tahun 2018 adalah batasan terakhir bagi dua Korea untuk mencegah konflik militer. Penarikan diri dari perjanjian tersebut berarti membuka kembali peluang konflik bersenjata.

"Kesepakatan tahun 2018 adalah mekanisme minimum dan garis akhir untuk mencegah konflik militer yang tidak disengaja di wilayah sepanjang Garis Demarkasi Militer, di mana angkatan bersenjata dalam jumlah besar berada dalam kepadatan tertinggi dan konfrontasi tajam," kata pengamat tersebut.

Baca Juga: Satelit Mata-Mata Korea Utara Mulai Memantau Gedung Putih dan Pentagon

Peluncuran Satelit Mata-Mata Militer Korea Utara

Terkait satelit mata-mata, Korea Utara mengatakan bahwa peluncuran dan penggunaannya adalah sah dan hak bagi seluruh negara berdaulat. Bagi Pyongyang, tidak masuk akal jika Seoul menarik diri dari perjanjian sebagai tanggapan terhadap peluncuran satelit.

"Jika peluncuran satelit Korea Utara merupakan pelanggaran terhadap perjanjian tahun 2018, maka peluncuran satelit mata-mata militer Korea Selatan juga tidak akan berbeda," kata pengamat.

Dari pihak tetangga, Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menegaskan kembali bahwa setiap peluncuran yang dilakukan oleh Korea Utara menggunakan teknologi rudal balistik merupakan pelanggaran nyata terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB.

"Komunitas internasional sangat mengutuk hal ini. Hak yang diklaim Korea Utara atas pengembangan ruang angkasa hanya diperuntukkan bagi negara-negara yang mematuhi hukum internasional. Kami sangat mendesak Korea Utara untuk segera menghentikan hasutan palsu atas tindakan sah kami dan provokasi tambahan apa pun," kata kementerian, dikutip Yonhap.

Baca Juga: Utusan AS dan Korea Utara Berseteru di Rapat Dewan Keamanan PBB

Korea Utara mengatakan telah berhasil meluncurkan satelit mata-mata Malligyong-1 ke orbit pada tanggal 22 November lalu. Malligyong-1 diluncurkan pada Selasa malam, beberapa jam setelah Pyongyang memberi tahu Jepang tentang niatnya meluncurkan satelit antara 22 November dan 1 Desember.

KCNA mengatakan satelit Malligyong-1 diluncurkan dengan roket Chollima-1 dari fasilitas peluncuran satelit Sohae pada pukul 22:42 waktu setempat dan memasuki orbit pada 22:54. 

Peluncuran semacam itu dilarang berdasarkan sanksi Dewan Keamanan PBB yang dirancang untuk mengekang program rudal balistik Korea Utara. Aksi tersebut tentu dengan cepat mendapat kecaman dari Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan PBB.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×