Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Kremlin menuduh Barat, terutama Amerika Serikat dan NATO, terlibat dalam perencanaan serangan mendadak Ukraina di wilayah Kursk, Rusia, pada 6 Agustus. Tuduhan ini disampaikan oleh Nikolai Patrushev, seorang pembantu berpengaruh Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Serangan tersebut dianggap sebagai salah satu serangan terbesar ke Rusia oleh kekuatan asing sejak Perang Dunia Kedua, yang melibatkan ribuan tentara Ukraina melintasi perbatasan barat Rusia.
Ukraina mengklaim serangan itu bertujuan untuk memaksa Rusia memulai perundingan damai yang adil, mengingat invasi Rusia ke Ukraina sejak tahun 2022.
Meskipun demikian, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya membantah keterlibatan mereka dalam serangan tersebut.
Baca Juga: Kim Jong Un dan Putin Janji Pererat Hubungan Korea Utara dan Rusia
Mereka menyatakan bahwa Ukraina tidak memberi pemberitahuan sebelumnya, dan Washington tidak terlibat secara langsung, meskipun ada laporan bahwa persenjataan dari Inggris dan AS digunakan dalam serangan tersebut.
Patrushev menegaskan bahwa operasi di Kursk direncanakan dengan partisipasi NATO dan dinas khusus Barat, meskipun ia tidak memberikan bukti lebih lanjut. Ia juga menuduh bahwa tanpa dukungan langsung dari Barat, Ukraina tidak akan berani memasuki wilayah Rusia.
Presiden Putin mengadakan pertemuan Dewan Keamanan Rusia untuk membahas "solusi teknis baru" yang digunakan dalam operasi militer tersebut. Kremlin juga menegaskan bahwa Ukraina akan membayar mahal atas keterlibatan AS dalam serangan ini.
Rusia melaporkan bahwa mereka berhasil menangkis serangkaian serangan Ukraina di sepanjang garis depan Kursk, meskipun serangan tersebut telah mengungkapkan kelemahan dalam pertahanan Rusia.
Baca Juga: Ukraina Gelar Serangan Kilat, Rusia Perkuat Pertahanan Perbatasan
Namun, para pejabat Rusia menyatakan bahwa serangan ini tidak akan mengubah jalannya perang, di mana Rusia masih memiliki keunggulan jumlah dan telah menguasai sebagian besar wilayah timur Ukraina.
Meskipun Ukraina hanya menguasai sedikit wilayah Rusia setelah serangan tersebut, serangan ini dianggap melewati "garis merah" bagi Putin dan memicu kekhawatiran di kalangan kelompok garis keras di Moskow yang mendorong perang yang lebih besar.
Kementerian Pertahanan Rusia juga merilis rekaman yang menunjukkan drone Rusia menghancurkan kendaraan tempur lapis baja Stryker buatan AS di wilayah Kursk.
Baca Juga: Rusia Perintahkan Evakuasi 20.000 Warga Lagi Saat Serangan Ukraina Berlanjut
Sementara itu, Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka tidak bisa membiarkan Putin memenangkan perang di Ukraina, namun khawatir dengan komplikasi yang mungkin timbul jika Ukraina terus maju ke wilayah Rusia dengan menggunakan persenjataan AS.