Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEIRUT. Pemerintah Lebanon yang didukung Hizbullah akan menghadapi kesulitan politik karena belum berhasil mengamankan dana pinjaman asing. Hal ini sangat mendesak untuk menangkal kolapsnya ekonomi Lebanon. Ada kemungkinan, negara ini akan meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF).
Melansir Reuters, kabinet Perdana Menteri Hassan Diab juga menghadapi aksi protes yang semakin keras terhadap elit politik yang telah membawa Lebanon ke dalam krisis terburuk sejak perang saudara 1975-90.
Dibentuk oleh Hizbullah yang didukung Iran dan sekutunya, kabinet menghadapi krisis ekonomi pada saat negara-negara Teluk Arab tampaknya tidak lagi bersedia untuk menggelontorkan dana bantuan bagi Lebanon. Negara-negara Teluk Arab bersama dengan Washington, menyebut Hezbollah sebagai kelompok teroris.
Presiden Lebanon Michel Aoun menugaskan pemerintah pada pertemuan pertamanya pada hari Rabu untuk memulihkan kepercayaan internasional, yang dapat membuka pendanaan. Dengan demikian, hal itu bisa meredakan krisis likuiditas yang melanda pound Lebanon, inflasi tinggi dan memaksa pengontrolan ketat oleh bank.
Baca Juga: Mantan bos Nissan kabur ke Lebanon, Jepang perketat keimigrasian
Seorang politisi senior Alain Aoun, mengatakan kepada Reuters pada hari Rabu bahwa program IMF bisa menjadi opsi bagi Libanon jika persyaratannya dapat ditanggung oleh negara dan tidak memicu keresahan sosial.
Pada hari Rabu, sejumlah pengunjuk rasa yang tidak puas dengan kabinet baru itu memdobrak barikade keamanan kecil dekat parlemen di pusat kota Beirut dan membakar sebuah tenda untuk pasukan keamanan. Sebagai balasan, pasukan keamanan menembakkan gas air mata dan meriam air.
Bentrokan meluas ke distrik perbelanjaan mewah terdekat. Seorang pekerja pertahanan sipil mengatakan kepada media setempat bahwa beberapa orang menderita luka ringan. Akhir pekan lalu, ratusan orang terluka dalam bentrokan serupa.
Baca Juga: Gagal selesaikan krisis, Hariri mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Lebanon
Libanon sudah mengalami pemerintahan yang tidak efektif sejak Saad al-Hariri, pemimpin Muslim Sunni utama negara itu dan sekutu tradisional negara-negara Barat dan Teluk, mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada Oktober.
Kabinet Diab dibentuk pada hari Selasa oleh Hizbullah dan sekutu, termasuk Free Patriotic Movement yang didirikan oleh Aoun, tanpa partisipasi partai politik Libanon utama.
Obligasi dolar Libanon mencatatkan kenaikan sebanyak 1 sen pada hari Rabu seiring dengan pembentukan pemerintah.
Lebanon, yang dibebani dengan utang publik yang setara dengan sekitar 150% dari PDB, memenangkan komitmen melebihi US$ 11 miliar pada konferensi internasional pada tahun 2018 dengan syarat reformasi yang sejauh ini gagal diimplementasikan.
Baca Juga: Ganti mahkota, Miss Universe gandeng perusahaan perhiasan asal Lebanon
"Misi Anda rumit. Adalah penting bekerja untuk mengatasi situasi ekonomi, mengembalikan kepercayaan masyarakat internasional pada lembaga-lembaga Lebanon dan meyakinkan masyarakat Libanon tentang masa depan mereka," kata salah seorang pejabat pemerintahan Aoun.
Asosiasi perbankan Libanon mengatakan bahwa pihaknya berharap kabinet baru mengedepankan program ekonomi dan keuangan yang jelas, serta menawarkan dukungan bank.
Menyoroti tantangan ke depan, Menteri Keuangan Ghazi Wazni mengatakan kepada media lokal bahwa tidak mungkin nilai tukar pound Libanon terhadap dollar AS akan kembali ke posisi semula" di pasar paralel.
Baca Juga: Ramalan-ramalan tentang kemungkinan resesi global akan terjadi di 2020
Wazni juga menggambarkan jatuh tempo utang negara dalam mata uang asing yang akan datang sebagai "bola api".
"Libanon harus merestrukturisasi Eurobond miliknya, termasuk Eurobond senilai US$ 1,2 miliar yang jatuh tempo pada bulan Maret, dan mengamankan dana talangan IMF senilai multi-miliar dollar," kata mantan menteri tenaga kerjanya Camille Abousleiman mengatakan kepada Reuters.