kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Krisis finansial AS Tahun 2008, Akankah Terulang?


Senin, 16 September 2013 / 21:30 WIB
Krisis finansial AS Tahun 2008, Akankah Terulang?
ILUSTRASI. PT PLN (Persero)


Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Dessy Rosalina

KETAKUTAN menyergap raut wajah pelaku pasar finansial Amerika Serikat (AS). Penghuni Wall Street juga nampak menegang. Syok menghiasi raut wajah masyarakat AS pasca pengumuman pemerintah. Tepat lima tahun lalu atau 15 September 2008 adalah salah satu momentum bersejarah bagi AS.

Kala itu, Pemerintah AS mengumumkan kebangkrutan Lehman Brothers. Ungkapan too big to fail seakan sirna dalam sekejap. Kini, luka krisis finansial tahun 2008 seakan lenyap ditelan bumi. Peristiwa kolapsnya bank-bank papan atas AS terlupakan. Namun, ungkapan too big to fail kini kembali menyeruak. Lihat saja, perbankan AS kembali menjadi primadona ekonomi AS.

Catatan Bloomberg, aset perbankan AS kini 28% lebih besar dibandingkan tahun 2008 silam. Berdasarkan aset, enam bank papan atas AS adalah JP Morgan Chase, Bank of America (BoA), Citigroup, Wells Fargo, Goldman Sachs dan Morgan Stanley.
Di kuartal II 2013, total aset enam bank terbesar AS ini mencapai US$ 9,6 triliun. Di periode yang sama, total modal enam bank tersebut telah hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2008.

Namun, ketahanan modal yang hanya bertambah dua kali lipat masih dianggap rawan oleh para pembuat kebijakan. Meski memasuki fase pemulihan, kondisi perbankan AS saat ini dianggap masih dalam radar risiko. Veteran Wall Street menilai, sistem perbankan AS masih terlalu rumit dan saling bergantung.

Itu artinya, jika krisis kembali melanda satu bank, risiko sistemik bakal muncul ke permukaan. "Saat ini perbankan AS aman, tapi tidak cukup aman , " ujar Stefan Walter, Sekretaris Jenderal Komite Basel, pada Pengawasan Perbankan, mengutip Bloomberg. Penghuni Wall Street pun nampak pesimistis.

Survei Bloomberg terhadap lebih dari 50 bankir, regulator, ekonom dan anggota parlemen mengungkap ukuran aset bank AS yang terlalu besar bisa membahayakan ekonomi AS jika ada kegagalan. Pengawasan pemerintah terhadap perbankan AS pun dinilai kembali melunak. Akhir pekan lalu, Senator Elizabeth Warren, mengkritik Departemen Keuangan AS.

Inti kritik Warren berfokus pada lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perhitungan subsidi permodalan perbankan andaikan kolaps. Selama ini, pengawasan perbankan AS dijalankan pihak independen. “Cara terbaik mengetahui ukuran subsisi modal yang tepat adalah Departemen Keuangan AS menghitung sendiri risiko setiap bank besar," ujar dia.

Potensi krisis perbankan terlihat dari hasil stress test pada akhir Agustus kemarin. Sebanyak 18 bank besar di AS berpotensi kolaps, seandainya timbul lagi krisis keuangan. The Fed menyatakan, ada dua faktor utama penyebab kolapsnya 18 bank besar di AS. Yakni, cacat pada area krisis manajemen dan permodalan. Potensi krisis lain, baru 40% dari 398 Dodd-Frank Act yang sudah diterapkan perbankan. Dodd-Frank adalah beleid pascakrisis finansial yang mengatur ketahanan modal dan sistem perbankan. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×