Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - PARIS. Perdana Menteri Prancis Michel Barnier akan mengundurkan diri pada Kamis setelah pemerintahannya digulingkan melalui mosi tidak percaya oleh parlemen. Langkah ini semakin memperdalam krisis politik di negara ekonomi terbesar kedua di zona euro tersebut.
Barnier, yang baru menjabat selama tiga bulan, akan tercatat sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terpendek dalam sejarah modern Prancis. Presiden Emmanuel Macron diperkirakan akan segera menerima pengunduran dirinya.
Menurut laporan media lokal, Barnier telah meninggalkan Istana Elysee setelah bertemu dengan Macron selama lebih dari satu jam. Namun, hingga kini belum ada konfirmasi resmi terkait pengunduran dirinya.
Baca Juga: Nilai Tukar Euro Merosot, Krisis Politik Perancis Memicu Ketidakpastian
Perdana menteri baru akan menghadapi tantangan besar, termasuk menyusun anggaran 2025 di parlemen yang terpecah. Anggaran tersebut penting untuk memperbaiki keuangan publik Prancis yang sedang bermasalah.
Krisis politik ini juga berdampak pada Presiden Macron. Sebuah jajak pendapat daring menunjukkan bahwa 64% pemilih menginginkan Macron mengundurkan diri.
Di sisi lain, Macron dilaporkan berencana menunjuk perdana menteri baru sebelum Sabtu, bertepatan dengan upacara pembukaan kembali Katedral Notre-Dame yang akan dihadiri Presiden terpilih AS Donald Trump dan sejumlah pemimpin dunia.
Ketidakstabilan politik di Prancis terjadi di tengah melemahnya Uni Eropa akibat runtuhnya pemerintahan koalisi di Jerman. Situasi ini semakin kritis menjelang kembalinya Trump ke Gedung Putih.
Baca Juga: Macron Tunjuk Mantan Negosiator Brexit Michel Barnier Sebagai PM Prancis yang Baru
Barnier kehilangan dukungan setelah mencoba mengesahkan anggaran jaminan sosial tanpa pemungutan suara, yang memicu mosi tidak percaya dari oposisi kiri keras dan sayap kanan ekstrem.
Marine Le Pen, pemimpin sayap kanan National Rally, menyebut Macron sebagai penyebab utama krisis. "Penyebab utama situasi saat ini adalah Emmanuel Macron," ujarnya kepada TF1. "Pembubaran parlemen pada Juni dan jatuhnya pemerintah adalah konsekuensi dari kebijakannya."
Mosi tidak percaya ini menjadi yang pertama sejak pemerintahan Georges Pompidou pada 1962.
Sementara itu, jajak pendapat menunjukkan publik khawatir terhadap dampak ekonomi dan politik dari kejatuhan Barnier.
Menurut aturan konstitusi Prancis, pemilihan parlemen baru tidak dapat dilakukan sebelum Juli. Analis SocGen mencatat bahwa ketidakpastian politik akan memperburuk premi risiko aset Prancis serta menghambat investasi dan belanja konsumen.
Baca Juga: Inggris mendesak pebisnis bersiap menghadapi akhir transisi Brexit
Situasi ini juga mengguncang pasar keuangan, dengan investor menunjukkan kegelisahan terhadap obligasi dan saham Prancis dalam beberapa pekan terakhir.