Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - LONDON. Pemilik merek furnitur global IKEA, yakni Inter IKEA Group asal Swedia, melaporkan penurunan laba operasi sebesar 26% pada tahun buku yang berakhir 31 Agustus 2024.
Kenaikan biaya bahan baku dan logistik akibat tarif impor tinggi di Amerika Serikat (AS) menjadi penyebab utama tekanan profitabilitas.
Dalam laporan resmi pada Jumat (7/11/2025), Inter IKEA mencatat laba operasi €1,7 miliar (US$1,98 miliar), turun dari €2,3 miliar pada tahun sebelumnya.
Baca Juga: Gangguan Teknis Bandara Delhi Bikin Ratusan Penerbangan Tertunda
Sementara pendapatan turun tipis menjadi €26,3 miliar dari €26,5 miliar, seiring langkah perusahaan menurunkan harga di berbagai pasar.
“Biaya komoditas dan logistik meningkat pada paruh kedua tahun fiskal karena ketidakpastian yang timbul setelah pengumuman tarif AS,” tulis manajemen Inter IKEA.
Secara global, penjualan seluruh toko IKEA di 63 negara turun untuk tahun kedua berturut-turut menjadi €44,6 miliar (US$52 miliar).
Penurunan ini terjadi meskipun perusahaan berupaya menarik kembali pelanggan lewat strategi pemangkasan harga.
Namun, kebijakan tarif impor tinggi AS memaksa IKEA menaikkan harga pada sejumlah produk yang diimpor dari pabrik di Eropa dan China.
Untuk mengurangi tekanan biaya, salah satu pemasok utama IKEA, SBA Furniture asal Lituania, bulan lalu meresmikan pabrik pertamanya di Amerika Serikat, tepatnya di North Carolina.
Fasilitas ini memproduksi berbagai produk populer seperti rak BILLY dan KALLAX shelving units.
Baca Juga: Morgan Stanley, Citi, UBS Percaya BoE Bakal Pangkas Suku Bunga Desember 2025
Menurut Henrik Elm, Chief Financial Officer Inter IKEA, pabrik tersebut sebenarnya telah direncanakan jauh sebelum Presiden AS Donald Trump melancarkan kebijakan kenaikan tarif.
“Tetapi keberadaannya sekarang sangat tepat waktu karena membantu kami mengurangi dampak tarif pada produk-produk dengan penjualan tertinggi,” ujarnya kepada Reuters.
Meski laba menurun, Inter IKEA mencatat volume penjualan grosir naik sekitar 6% dibanding tahun sebelumnya, menunjukkan konsumen tetap merespons positif terhadap penurunan harga di berbagai lini produk.













